Oleh :   Dr. Kasrani Latief, M.Pd

BUDAYA membaca dan menulis memang harus ditanamkan sedini mungkin, tidak terkecuali oleh guru. Seorang guru harus bisa memberi motivasi kepada siswa untuk gemar membaca dan menulis. Pastinya bukan sekadar seruan belaka dan tanpa contoh nyata. Membaca-menulis (literasi) merupakan salah satu aktivitas penting dalam hidup.

Sebagian besar proses pendidikan bergantung pada kemampuan dan kesadaran literasi. Budaya literasi yang tertanam dalam diri peserta didik mempengaruhi tingkat keberhasilan baik di sekolah maupun dalam kehidupan bermasyarakat. Tidak berlebihan kiranya Farr  menyebut bahwa Reading is the heart of education.

Bagi masyarakat muslim, pentingnya literasi ditekankan dalam wahyu pertama Allah kepada Nabi Muhammad SAW, yakni perintah membaca (iqra’) yang dilanjutkan dengan mendidik melalui literasi.

Pemerintah menyadari bahwa tingkat literasi Indonesia masih jauh dibandingkan dengan negara lain di Asia Tenggara dan bahkan dikategorikan sangat rendah di kancah internasional. Sejumlah hasil survey lembaga international menempatkan Indonesia pada kategori negara dengan tingkat literasi sangat rendah.

Sebagai contoh hasil survey Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD – Organization for Economic Cooperation and Development) dalam Programme for International Student Assessment (PISA) yang dirilis pada tanggal 03 Desember 2019 di Paris-Prancis, Indonesia berada di urutan ke 74 dari 79 negara dengan total nilai kemampuan literasi pelajar Indonesia sebesar 371. Nilai tersebut bahkan mengalami penurunan dari hasil nilai yang diperoleh Indonesia yang dirilis oleh PISA pada tahun 2012.

Pada tahun 2012, PISA merilis hasil surveinya dimana Indonesia memperoleh nilai sebesar 384. Nilai 371 yang diperoleh Indonesia sama persis dengan capaian Indonesia pada kemampuan literasi yang dirilis oleh lembaga PISA pada tahun 2000.

Selain hasil survei PISA, Lembaga Pusat Penilaian Pendidikan Kementerian pendidikan dan Lebudayaan (Puspendik kemendikbud) dalam program Indonesian National Assessment Program (INAP) atau Asesmen Kompetensi Siswa Indonesia (AKSI) pada tahun 2016 melakukan uji keterampilan membaca, matematika, dan sains peserta didik SD kelas IV. Pada kategori membaca hasilnya adalah 46,83% dalam kategori kurang, 47,11% dalam kategori cukup, dan hanya 6,06% dalam kategori baik. Hasil ini tentu sangat miris bila kita kembali melihat langkah yang telah dilakukan oleh pemerintah Indonesia dalam meningkatkan kemampuan literasi.

Sedangkan dalam kaitannya dengan menulis, Hernowo (2005) dalam bukunya “Mengikat Makna” menyebut bahwa menulis dapat membuat pikiran kita lebih tertata tentang topik yang kita tulis, membuat kita bisa merumuskan keadaan diri, mengikat dan mengonstruksi gagasan, mengefektifkan atau membuat kita memiliki sugesti (keyakinan/ pengaruh) positif, membuat kita semakin pandai memahami sesuatu (menajamkan pemahaman), meningkatkan daya ingat, membuat kita lebih mengenali diri kita sendiri, mengalirkan diri, membuang kotoran diri, merekam momen mengesankan yang kita alami, meninggalkan jejak pikiran yang sangat jelas, memfasihkan komunikasi, memperbanyak kosa-kata, membantu bekerjanya imajinasi, dan menyebarkan pengetahuan.

Menjawab permasalahan tersebut di atas pemerintah lewat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, telah mencanangkan suatu program yang terstruktur dan tersistem lewat perubahan kurikulum dengan menetapkan program Gerakan Literasi Sekolah (GLS). Sejak Maret 2016, pemerintah telah meluncurkan program ini. Sasaran dari program ini adalah para pelajar dan pelaku pendidikan mulai dari tingkat satuan pendidikan Sekolah Dasar (SD) hingga Perguruan Tinggi (PT).

Kemendikbud selaku nakhoda pendidikan di Indonesia mengejawantahkannya lewat penerbitan Peraturan Mentri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 20 Tahun 2018 Tentang Penguatan Pendidikan Karakter Pada Satuan Pendidikan Formal. Sebelumnya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah mengeluarkan Peraturan Mentri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 23 Tahun 2015 Tentang Penumbuhan Budi Pekerti. Kedua Permendikbud tersebut menjadi acuan bagi satuan pendidikan untuk melaksanakan Gerakana Literasi Sekolah (GLS).

Sebelum mengetahui dasar program literasi sekolah, kita mesti tahu apa itu literasi. Literasi bermakna keberaksaraan atau keterpahaman. Keterpahaman itu tentunya erat kaitannya dengan keterpahaman membaca dan menulis.

Tujuannya adalah agar generasi penerus bangsa melek literasi yakni sekurang-kurangnya melek baca dan tulis. Ketika para pelajar di semua tingkat satuan pendidikan memiliki kemampuan membaca dan menulis yang merupakan pangkal dari multiliterasi maka akan memberikan positive effect terhadap kemampuan diri seorang literat. Seorang pelajar yang literat tentu akan memiliki kemampuan lebih dari pelajar non-literat. Selain itu tujuan mulia dari program ini tentu saja membentuk kepribadian atau karakter para pelajar.

Dalam Wikipedia dijelaskan bahwa, literasi adalah suatu istilah umum merujuk pada berbagai perangkat kemampuan siswa dalam membaca, menulis, berbicara, menghitung serta memecahkan problematika terhadap tingkatan skill tertentu yang dibutuhkan di kehidupan. Sementara, dalam buku panduan Gerakan Literasi sekolah dijelaskan bahwa Literasi adalah kemampuan mengakses, memahami, dan menggunakan sesuatu secara cerdas melalui berbagai aktivitas, antara lain membaca, melihat, menyimak, menulis, dan/atau berbicara.

Penguatan pendidikan Karakter (PPK) yang merupakan ciri khas Kurikulum 2013, tidak hanya mampu lewat kegiatan esktrakurikuler kepramukaan, ataupun kegiatan bernuansa religi tetapi juga lewat program Gerakan Literasi Sekolah.
Pendidikan Budi Pekerti dan Pendidikan Pancasila dan kewarganegaraan tidaklah cukup untuk memperbaiki karakter dan kepribadian generasi penerus bangsa di era digital. Ketiadaan kemampuan literasi tentu akan berdampak buruk pada kemajuan bangsa dan negara Indonesia tercinta.
Kemajuan dan kecanggihan alat teknologi saat ini memaksa kita untuk memiliki pengetahuan yang cukup untuk bisa melakukan filter terhadap sebuah informasi, berita dan perkembangan ilmu pengetahuan yang baru. Kemampuan filterisasi hanya akan bisa dilakukan oleh mereka yang multiliterat.

Lantas seperti apa pelaksanaan Gerakan Literasi Sekolah saat ini? Apakah semua lembaga pendidikan formal telah menjalankan program peningkatan melek aksara? Sejauh mana ketercapaian dari program GLS?

Menengok tujuan program ini tentu betapa mulianya niat dan tekat para inisiator atau penggagas Gerakan Literasi Sekolah. Niat dan tujuan baik sang inisiator tentu sangat bergantung pada pelaksana lapangan. Ide brilliant tanpa sebuah aksi nyata tentu adalah sesuatu yang useless. Menilik progress program literasi ini belum menyentuh semua.

Gerakan Literasi Sekolah sesungguhnya adalah gerakan nasional yang mestinya dijalankan serempak di seluruh lembaga pendidikan yang ada di Nusantara dari Sabang hingga Merauke, Kegiatan GLS masih belum dilakukan secara maksimal sehingga perlu dilakukan upaya-upaya sehingga dapat terlaksana secara maksimal.

Melihat penting dan mulianya Gerakan Literasi Sekolah, evaluasi, bimbingan teknis dan monitoring terhadap semua unsur penggerak Gerakan Literasi sekolah adalah pekerjaan rumah yang mesti sesegera mungkin dilakukan. Koordinasi dan pengawasan pelaksanaan Gerakan Literasi Sekolah oleh dinas terkait baik provinsi maupun kabupaten/kota sebagai penyambung lidah program kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mestinya terstruktur, tersistem dan berkelanjutan.
Dalam mendukungn Gerakan Literasi sekolah para Pendidik sebagai eksekutor lapangan harus diberikan latihan, bimtek dan didorong agar serius menjalankan program melek literasi. Bila diperlukan mendesain sebuah program Gerakan Literasi untuk para pendidik sehingga akan terbentuk pendidik yang literat dan multiliterat. Guru yang literat dan multiliterat tentu akan melakukan berbagai cara dan inovasi untuk dapat menjalankan program Gerakan Literasi Sekolah. Sehingga dengan demikian akan terwujud cita-cita luhur untuk membentuk generasi penerus bangsa yang literat dan multiliterat serta dapat memperbaiki citra Indonesia di mata dunia.

Untuk menguatkan siswa dalam mendukung Gerakan Literasi Sekolah (GLS) pihak sekolah harus membuat Lomba-lomba literasi bisa diintegrasikan dengan kegiatan sekolah seperti pada peringatan Bulan Bahasa. Beberapa jenis kegiatan lomba literasi yang bisa dilakukan antara lain: speed reading contest, comprehensive reading contest, story telling competition, essay competition, book review competition, poetry contest, dan magazine competition.    Jumpa penulis & bedah buku. Kegiatan jumpa penulis (meet the author) ditujukan untuk memotivasi peserta gerakan literasi sekolah untuk menjadi penulis sukses.

Penulis yang dihadirkan adalah penulis buku bermutu dan terkait dengan dunia pendidikan / pengembangan diri siswa.  Pemberian penghargaan Pemberian penghargaan ini dilakukan melalui kegiatan bertajuk Literacy Award. Pameran buku. Pelatihan menulis  merupakan kegiatan yang dirancang agar setiap sekolah melatih/mendidik siswa untuk menulis. One Child One Book (OCOB) merupakan kegiatan yang dirancang untuk meningkatkan jumlah dan jenis buku bacaan disekolah
Gerakan Literasi Sekolah (GLS) Bukan hanya tanggung jawab sekolah, namun menjadi tugas kita semua elemen masyarakat, saya mengajak kita semua menjadi Duta Literasi membantu pemerintah dan lembaga pendidikan untuk menjadi bagian dari Gerakan Literasi Sekolah, sehingga menjadi contoh bagi anak-anak kita, keluarga kita dan masyarakat disekitar kita sehingga Generasi Literat akan dapat kita capai dimasa yang akan datang dan tentu ini menjadi bagian terpenting dalam mewujudkan Paser MAS (Maju, Adil dan Sejahtera).

PENULIS  : Ketua Kampung Dongeng Paser

Share.
Leave A Reply