Balikpapan, Gerbangkatim.com – Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Balikpapan Inspeksi Mendadak (Sidak) ke Rumah Sakit Pertamina Balikpapan (RSPB) dan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Balikpapan, pada hari Selasa (17/1/2023).

Sidak dilakukan berdasarkan laporan warga bahwa seorang warga bernama Sutrisno meninggal dunia, dikarenakan kartu KIS yang dimilikinya tidak dapat digunakan saat berobat. Bahkan, diminta jaminan sebesar Rp 10 juta untuk biaya perawatan pasien.

Ketua Koordinator Komisi IV DPRD Balikpapan, Budiono mengatakan kejadian ini agar tidak terulang lagi. “Kedepan tidak boleh begitu, tangani dulu baru administrasi. Nanti kan bisa dicover oleh APBD,” jelasnya.

Budiono menyangkan juga pihak Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Beriman tidak profesional dalam menangani permasalahan ini, karena di rumah sakit ini awal pasien bisa terdeteksi.

“Ini sakit apa. Di RSPB tadi bisa melihatkan hasil rekam medisnya tapi disini nggak. Dari situlah saya bilang tidak profesional dan seharusnya tidak boleh pulang ditangani disini tapi diarahkan untuk pulang dan kembali kontrol lagi,” ungkapnya.

Jika saat itu pasien dirawat di rumah sakit, mungkin saja bisa tertolong. Apabila di rumah sakit ini mempunyai kendala baik seperti peralatan atau tenaga dapat disampaikan kepada dewan.

Wakil Ketua Komisi IV DPRD Balikpapan, Ardiansyah mengatakan pihak rumah sakit mengakui jika ada biaya jaminan untuk dimasukkan ke ruang perawatan. “Kalau nggak bayar dia nggak masuk ke rumah perawatan. Seharusnya tanpa syarat Rp 10 juta harus dilakukan perawatan. Namanya juga itu tindakan untuk penyelamatan nyawa manusia,” ujarnya.

Komisi IV DPRD Balikpapan menegaskan agar kejadian ini tidak terulang lagi walaupun kartu jaminan kesehatan tidak dapat digunakan. “Layani dulu, supaya tidak ada nyawa melayang karena tidak menerima pelayanan semestinya. Setiap rumah sakit baik swasta maupun pemerintah di tolong dulu. Jangan sampai ditolak karena tidak membayar kepada pihak rumah sakit,” serunya.

Sementara itu Direktur RSPB, M Noor Khairuddin mengatakan setiap rumah sakit sudah mempunyai SOP terkait pasien kegawatdaruratan. Sama hal di RSPB, kegawatdaruratan pasti ditangani terlebih dahulu tanpa melihat status, pasti menangani kegawatdaruratan.

“Hanya yang menjadi kendala ini pasien datang dalam kondisi jelek, sehingga saat ditransfer ke ruangan pun tidak bisa apalagi di rumah sakit lain. Jadi kita lakukan stabilitasi di IGD dan saat stabilitasi ternyata terjadi penghentian jantung,” ujarnya.

Memang pendarahan di otak pasien itu luas, sehingga itulah yang menyebabkan kondisi drop. “Pasien tidak sempat kita pindahkan ke ruangan,” imbuhnya.

Terkait pembiayaan Rp 10 juta, sebenarnya prosedur belakang bukan harus dibayar di depan. “Tidak ada disini. Pasien ini datang dengan bukan peserta BPJS. Dia katakan kalau malam itu sudah datang ke rumah sakit umum daerah beriman jika kartu BPJS itu tidak bisa di pakai dan datang kemari sebagai pasien mandiri,” jelasnya.

Sebenarnya piutang masyarakat yang tidak bisa membayar itu juga banyak di RSPB yang pada akhirnya juga diputihkan saja. “Ini hanya masalah prosedur, status yang perlu di perjelas. Saya kira bagus yang disampaikan anggota dewan jika komunikasi lebih erat, koordinasi dilakukan lebih intens, pelayanan dilakukan terlebih dulu, masalah yang lain belakangan,” ucapnya.

Share.
Leave A Reply