Angka Prevalensi Stunting Masih Tinggi, DKK Lakukan Kajian Pola Penanganan Yang Efektif

Balikpapan, Gerbangkaltim.com – Masih tingginya tingkat prevalensi stunting di Kota Balikpapan membuat Dinas Kesehatan Kota (DKK) Balikpapan sampai saat ini masih terus berupaya mengkaji pola penanganan stunting yang lebih efektif. Dimana salah satunya langsung melakukan pendataan dan pemeriksaan dari pintu ke pintu.

Kepala Dinas Kesehatan Kota (DKK) Balikpapan, Alwiyati mengatakan, sejauh ini meskipun berbagai program sosialisasi dan edukasi telah dilakukan kepada warga kota, namun kasus stunting masih tetap ditemukan ditengah-tengah masyarakat Kota Balikpapan.

“Kita sudah berikan sosialisasi dan edukasi, mulai dari kelas ibu hamil, kelas ibu menyusui, kelas pemberian MP-ASI, termasuk berbagai pelatihan-pelatihan. Tapi tetap saja, masih ada kasus stunting yang muncul,” ujarnya, Sabtu (9/8/2025).

Berdasarkan data survei yang dilakukan, katanya, angka prevalensi stunting di Balikpapan masih sebesar 24,48 persen dari sekitar 107 ribu anak yang menjadi sampel. Meski data tersebut tidak mencakup seluruh balita, namun tetap saja angka tersebut menjadi perhatian serius DKK Balikpapan.

“Angka itu seolah-olah mewakili seluruh bayi dan balita yang ada di Balikpapan. Jadi kalau dilihat hampir 25 persen, sehingga seakan-akan 1 dari 4 anak yang ada di Kota Balikpapan mengalami stunting. Ini yang harus kami cari polanya,” tegasnya.

Diakuinya, salah satu kendala yang dihadapi DKK Balikpapan adalah rendahnya angka kunjungan masyarakat ke posyandu. Dimana, saat ini tingkat kunjungan posyandu di Balikpapan hanya mencapai satu persen.

“Banyak orang tua yang jarang membawa anaknya ke posyandu. Padahal di situlah kita bisa pantau tumbuh kembang anak. Jadi, saat ini kami sedang pikirkan bagaimana cara menjangkau mereka, termasuk apakah harus datang satu per satu ke rumah,” tukasnya.

Alwiyati menerangkan , perlu pendekatan baru dan lebih intensif agar upaya penurunan angka stunting bisa lebih tepat sasaran, termasuk dengan metode kunjungan langsung ke rumah-rumah warga.

“Kami sedang mencari pola. Mungkin dari ribuan anak itu tidak bisa dipantau sekaligus, harus dipilih yang betul-betul berisiko, lalu kita intervensi secara langsung,” tutupnya.