Catatan Akhir Tahun IPW 2025 ( Bag. I ), Dugaan “Lahan Bisnis ’ kasus di Bareskrim Polri Hambat Penegakan Hukum

Jakarta, Gerbangkaltim.com -Sepanjang tahun 2025, Indonesia Police Watch (IPW ) mencermati, forum Gelar Perkara Khusus (GPK) pada Biro Wassidik Bareskrim Polri, ditengarai sering dijadikan semacam “lahan bisnis” atau “komoditi dagangan” untuk dipakai menghambat dan menghalangi penegakan hukum oleh Pemohon Dumas, yang berkepentingan atas penyelidikan dan penyidikan perkara pidana yang telah memiliki dua alat bukti yang cukup, dihentikan dan/atau melanjutkan sebuah penyelidikan dan penyidikan untuk perkara pidana yang sejatinya tidak memiliki kecukupan alat bukti.

Oknum perwira yang bertugas di Biro Wassidik Bareskrim Polri yang menjadi pintu masuk “perdagangan” forum GPK, sekaligus merangkap sebagai distributor dugaan “uang suap” –untuk menghambat dan menghalangi penegakan hukum oleh Pendumas, dengan menggalang para peserta GPK. Umumnya memakai modus operandi: (1) Memanipulasi Fakta, (2) Menyembunyikan Fakta, dan (3) Menghilangkan Fakta, (4) Meneror Psikologi tim penyidik, dengan maksud untuk menjatuhkan moril penyidik agar bersikap kompromis dan bersedia “Merubah Arah Kebenaran Perkara”, sesuai “pesanan” Pendumas, yang selanjutnya dituangkan dalam Rekomendasi dan Kesimpulan Hasil GPK, yang sudah dipersiapkan sebelum gelar perkara berlangsung. Peristiwa dugaan “permufakatan jahat” dalam “Pengaturan” GPK oleh oknum perwira polisi pada Biro Wassidik Bareskrim Polri, yang merupakan bentuk penyalahgunaan wewenang yang bersifat individual, yang sudah sering terjadi — sebagaimana banyak dikeluhkan masyarakat Pencari Keadilan.

Oleh karenanya dapatlah dimaklumi apabila seorang Irjen Pol (Purn) Safaruddin, anggota Komisi III DPR menyatakan, penegakan hukum di Polri paling banyak menyumbangkan penyimpangan-penyimpangan. “Masalah lidik (penyelidikan) menjadi sidik (penyidikan), ujung-ujungnya duit disitu, ” tukas mantan Kapolda Kaltim periode 3 September 2015 sampai 5 Januari 2018 tersebut, pada Rapat Panja Reformasi Polri, Kejaksaan, dan Pengadilan Komisi III DPR di Gedung DPR Jakarta, Kamis, (4 Desember 2025).

Berdasarkan data pada Biro Wassidik Bareskrim Polri periode Tri Wulan II (Bulan April – Juni 2024), jumlah Dumas yang masuk sebanyak 1.289 perkara. Dumas yang riil sebanyak 933 perkara. Dengan penanganan tindak lanjut sebagai berikut: a. Sprin Was 1001 perkara, b. Meminta Lapju 846 perkara, c. SP3D 998 perkara, d. GPK sebanyak 32 perkara, e. Suvervisi 7 perkara, f. Pelimpahan 3 perkara. Sesuai fakta tersebut hanya 3,5% dari 933 perkara yang diatensi dengan dilakukan GPK. Bertitik tolak pada fakta ini, GPK rawan disimpangkan, karena menjadi semacam “komoditi” yang memiliki harga mahal, terutama untuk penyelidikan dan penyidikan perkara pidana yang berkaitan dengan sengketa perusahaan pertambangan.

Penyimpangan yang dilakukan oknum perwira Polri pada Biro Wassidik Bareskrim Polri tersebut dikualifisir sebagai kejahatan yang serius, yang tidak dapat ditolerir, karena dilakukan oleh Pejabat Pengemban Fungsi Pengawasan Penyidikan, dapat dipandang melanggar Peraturan Polri Nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi dan Komisi Kode Etik Kepolisian RI, Paragraf 2, Etika Kelembagaan, Pasal 10, (1) Setiap Pejabat Polri dalam Etika Kelembagaan dilarang a. melakukan perbuatan yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan/atau standar operasional prosedur, meliputi 1. penegakan hukum, huruf c. merekayasa dan memanipulasi perkara yang menjadi tanggungjawabnya dalam rangka penegakan hukum.

Catatan Akhir Tahun IPW Tahun 2025 ini disampaikan dengan harapan, agar dapat dijadikan momentum untuk dilakukan perbaikan tata kelola lembaga Biro Wassidik Bareskrim Polri, utamanya dalam ketentuan-ketentuan yang mengatur tentang GPK — sebagai bagian integral terpenting dalam reformasi yang perlu diwujudkan Polri.

DUGAAN PRAKTEK MAFIA HUKUM DALAM GELAR PERKARA KHUSUS TANGGAL 11 DESEMBER 2025.

IPW telah melakukan studi yang mendalam terhadap dugaan kolusi kepada Pendumas oleh oknum Biro Wassidik Bareskrim Polri, dalam GPK, tanggal 11 Desember 2025, atas Laporan Polisi No: LP/B/550/XI/2025/SPKT/BARESKRIM Polri, 6 Nopember 2025. Berdasarkan Akta No. 7, yang dibuat dihadapan Notaris HUMBERG LIE, SH, SE, MKN, tanggal 4 Juni 2013 di Jakarta Utara, yang telah diterima dan dicatat pada Sistem Administrasi Badan Hukum (SABH) Kemenkumham RI, sesuai Surat Penerimaan Pemberitahuan Perubahan Data Perseroan No: AHU-AH-01.10-28752 tanggal 14 Juni 2013, tercatat nama Liu Xun sebagai Dirut PT. ARA, yang berstatus PMA yang 90,6% sahamnya dimiliki Allestari Development Pte. Ltd. (Allestari) berdasarkan Profil Usaha (Perusahaan) Allestari Development PTE.LTD (200618492D) Pemerintah Republik Singapura.

Tanpa sepengetahuan dan persetujuan, Liu Xun selaku Dirut PT. ARA dan pemegang saham Allestari PTE. LTD, Christian Jaya, Wang Jinglei Dkk, orang yang tidak berwenang melakukan perubahan pengurusan, dengan mendalilkan berdasarkan kuasa dari Shi Yan Bing (yang tidak mempunyai kekuasaan untuk bertindak atas nama Allestari PTE. LTD), tanpa melalui RUPS, sebagaimana ketentuan anggaran dasar perseroan, telah mengubah kepengurusan PT. ARA, berdasarkan Akta No. 87 tanggal 27 September 2022, yang dibuat oleh Notaris KHAIRANI ’ARIFAH, S.H., M.Kn., Notaris di Kota Jakarta Selatan, yang telah diterima dan dicatat pada Sistem Administrasi Badan Hukum (SABH) Kemenkumham RI berdasarkan Surat Penerimaan Pemberitahuan Perubahan Data Perseroan No: AHU-AH.01.09-0060460, tanggal 30 September 2022, dan Weng Jinglei duduk menjadi Direktur Utama PT. ARA, dan Christian Jaya sebagai Komisaris. Bahkan penerbitan Akta No. 87, tanggal 22 September 2022 tersebut merujuk/mendasari pada Akta No. 04, tanggal 30 September 2020 dan 01, tanggal 05 Oktober 2020 tentang Keputusan Sirkuler Di Luar Rapat Umum Pemegang Saham PT. ARA yang dibuat di hadapan Muhammad Siddiq, S.H., M.Kn., Notaris di Kota Palembang, yang mengandung pidana pemalsuan sebagaimana Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor: 596/Pid.B/2024/PN.Jkt.Sel, jo Putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Nomor: 312/Pid/2024/PT.DKI, tanggal 27 Desember 2024 dan telah berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde).

Padahal pada tanggal 26 Mei 2022, telah terdapat Putusan Sela Pengadilan Tinggi Pemerintah Republik Singapura, Nomor HC/SUM 5682/2021, terkait Perkara (No. HC/ORC 1177/2021). Dengan adanya putusan sela tersebut Allestari Development Pte.Ltd dan pihak lainnya terikat untuk menempatkan kedudukan Liu Xun sebagai Direktur Utama PT. ARA berada dalam status quo, tidak boleh diganti dan kurangi kewenangannya. Dengan kata lain kedudukan Liu Xun sebagai Direktur Utama PT. ARA dilindungi berdasarkan Putusan Sela Pengadilan Tinggi Pemerintah Republik Singapura Nomor HC/SUM 5682/2021, atas Perkara (No. HC/OS 1177/2021) dimaksud, terutama jika Allestari Development Pte.Ltd selaku pemegang saham PT. ARA bermaksud memberhentikannya atau mengganti Direktur Utama PT. ARA.

Pada tanggal 8 Juni 2023 terdapat putusan perkara di Pengadilan Tinggi Republik Singapura No.. HC/ORC 1177/2021, dengan Penggugat: Liu Xun, dan Tergugat: (1) Allestari Development Pte., Ltd, (2) Rong Wenbo, (3) Zhu Chunxiao, (4) William Jack Kessier, (5) Liu Mi, (6) Shi Yanbing, yang dengan amar putusan pada pokoknya menyatakan Para Tergugat dilarang untuk: (1) Memberhentikan atau Mengurangi Kewenangan Penggugat sebagai Direktur Utama PT. ARA, (2) Mengangkat atau Memberhentikan Siapapun sebagai pejabat di PT. ARA, (3) Mengambilalih Kendali atas operasional dan manajemen PT. ARA.

Pada tanggal 31 Januari 2024 terdapat putusan perkara banding AD/CA 61 /2023, yang telah berkekuatan hukum tetap, yang amar putusannya pada pokoknya menyatakan menolak Permohonan Banding yang diajukan oleh Rong Wenbo, Zhu Chunxiao, dan William Jack Kessier yang meminta agar Putusan Tingkat Pertama perkara HC/OS 1177/2021 dibatalkan. Dengan demikian, Allestarari Development PTE. LTD selaku pemegang saham mayoritas PT. ARA wajib mengukuhkan keberadaan Liu Xun sebagai Direktur Utama PT. ARA, karena putusan-putusan Pengadilan Tinggi Singapura, berlaku mengikat bagi Shi Yanbing Dkk.

Sekalipun gugatan Liu Xun untuk mengembalikan posisinya sebagai Direktur Utama PT. ARA pada profile PT. ARA di Dirjen AHU, ditolak oleh Pengadilan Singapura pada tanggal 29 Agustus 2024, berdasarkan dokumen No. : HC/ORC 4428/2024. Akan tetapi hal itu berkenaan dengan aspek formiel gugatan. Karena Pengadilan Singapura tidak berwenang mengembalikan posisinya sebagai Direktur Utama pada profile PT. ARA di Dirjen AHU.

Dengan demikian, dilihat dari perspektif Hukum Pidana, Akta No. 87 tanggal 27 September 2022 yang dibuat oleh Notaris KHAIRANI ’ARIFAH, S.H., M.Kn., Notaris di Kota Jakarta Selatan, yang telah diterima dan dicatat pada Sistem Administrasi Badan Hukum (SABH) Kemenkumham RI berdasarkan Surat Penerimaan Pemberitahuan Perubahan Data Perseroan No: AHU-AH.01.09-0060460, tanggal 30 September 2022, mengandung dugaan tindak pidana membuat surat palsu berupa akta autentik dan/atau memakai surat palsu berupa akta autentik sebagaimana yang dimaksud pasal 263 KUHP dan/atau pasal 266 KUHP.

Pada tanggal 1 Desember 2025, Christian Jaya selaku Terlapor, menyampaikan Dumas dengan meminta agar Biro Wassidik Bareskrim Polri melaksanakan GPK yang kemudian diketahui terdapat praktek “perdagangan pengaruh” (trading in influence) oleh mantan Kabareskrim Polri, Komjen Pol (Purn) Ito Sumardi yang diduga kuat mendapat informasi palsu dari pihak pendumas. Sebelum GPK, tanggal 11 Desember 2025 diselenggarakan, Christian Jaya diduga “bermufakat jahat” terlebih dahulu dengan terduga Kombes Pol FLH, dengan maksud untuk menghentikan penyelidikan. Kombes Pol FLH sebelumnya pernah dilaporkan IPW dalam dugaan praktek mafia hukum dalam GPK, tanggal 16 Juli 2024, terkait LP No: LP/B/411/XII/2023/SKPT/BARESKRIM POLRI tanggal 13 Desember 2024, dengan modus merubah arah kebenaran perkara dan memakai ahli pidana yang diajukan pihak Pendumas, dan bukan dari Biro Wassidik Bareskrim Polri.

Pada tanggal 11 Desember 2025, pukul 10.WIB berlangsung GPK di Biro Wassidik Bareskrim Polri, dengan pimpinan gelar, Kombes Pol Paran Simarmata, S.I.K yang dalam pembukaan “memarahi dengan menghardik keras” Kanit Subdit 5 Dittipiter Bareskrim Polri, AKBP Alaiddin, S.H, S.I.K di hadapan seluruh peserta gelar. Hal itu merupakan kejadian yang lumrah terjadi dalam sebuah GPK pada Biro Wassidik Bareksirm Polri yang sudah memiliki agenda berdasarkan “pesanan” Pendumas, sebagai bentuk “teror psikologis” permulaan terhadap tim Penyidik agar selanjutnya bersikap kompromis atas rencana merumuskan materi Kesimpulan dan Rekomendasi yang memuat perubahan arah kebenaran perkara, yang telah disusun sebelumnya.

Dalam GPK, tanggal 11 Desember 2025, Christian Jaya telah menyerahkan bukti surat yang diduga palsu, berupa Cover Note/Surat Keterangan yang isinya tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya, yang seolah-olah dibuat oleh Notaris Raden Mas Soediarto Soenarto, SH, SpN dan surat yang ditujukan kepada Dirtipiter Bareskrim Polri, untuk men-delegitimasi legal standing Terdumas, terkait Akta Perjanjian Kerjasama Pengelolaan Tambang Nikel No. 25 tanggal 30 September 2017, yang seolah-olah tidak pernah dikeluarkan oleh Notaris Raden Mas Soediarto Soenarto, SH, SpN. Padahal Akta Perjanjian Kerjasama Pengelolaan Tambang Nikel No. 25 tanggal 30 September 2017 adalah benar telah dikeluarkan oleh Notaris Raden Mas Soediarto Soenarto, SH, SpN, sebagaimana Akte Pernyataan No. 375, yang dikeluarkan Notaris Hambit Maseh, SH, di Kota Jakarta Pusat, dan telah sesuai dengan ketentuan Pasal 102 ayat 3 dan 4 UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perusahaan Terbatas.

Setelah Christian Jaya menyerahkan kepada pimpinan gelar, Kombes Pol Paran Simarmata, S.I.K bukti surat yang diduga palsu berupa Cover Note/Surat Keterangan, peserta gelar seperti sudah di orkestrasi mempersoalkan legal standing Terdumas. “Ironis dan anehnya, aspek dugaan pidana yang dipersangkakan dalam LP No: LP/B/550/XI/2025/SPKT/BARESKRIM Polri, tanggal 6 Nopember 2025 yang buktinya telah terang benderang, tidak pernah di didalami dan disinggung oleh peserta gelar”.

Mengenai adanya pemakaian dokumen yang diduga palsu berupa Cover Note/Surat Keterangan yang isinya tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya, dan surat yang ditujukan kepada Dirtipiter Bareskrim Polri dalam GPK, tanggal 11 Desember 2025, telah dijelaskan dalam surat Raden Mas Harsa Kusumasakti, putera Notaris Raden Mas Soediarto Soenarto, SH, SpN kepada Dirtipiter Bareskrim Polri, dan tembusannya disampaikan kepada Kepala Biro Wassidik Bareskrim Polri, Brigjen Pol Boy Rando Simanjuntak, yang telah diterima pada tanggal 12 Desember 2025. “Namun demikian, Kepala Biro Wassidik Bareskrim, Brigjen Pol Boy Rando Simanjuntak seperti acuh tak acuh, dan dengan gegabah telah menyampaikan distorsi informasi kepada Kabareskrim Polri, perihal: Akta Perjanjian Kerjasama Pengelolaan Tambang Nikel No. 25 tanggal 30 September 2017, yang dikeluarkan Notaris Raden Mas Soediarto Soenarto, SH, SpN adalah palsu — mengakomodir mentah-mentah dalil Pendumas, Christian Jaya”.

Berdasarkan dokumen yang diduga palsu berupa Cover Note/Surat Keterangan yang isinya tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya, yang seolah-olah dibuat oleh Notaris Raden Mas Soediarto Soenarto, SH, SpN tersebut, Kepala Biro Wassidik Bareskrim, Brigjen Pol Boy Rando Simanjuntak sependapat merekomendasikan penyelidikan atas Laporan Polisi Nomor: LP/B/550/XI/2025/SPKT/BARESKRIM Polri , tanggal 6 Nopember 2025 dihentikan.

Dengan demikian, menurut pandangan IPW, Kepala Biro Wassidik Bareskrim, Brigjen Pol Boy Rando Simanjuntak diduga telah memakai dokumen yang diduga palsu dan/atau surat yang tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dalam menyampaikan merumuskan Hasil Rekomendasi dan Kesimpulan GPK, tanggal 11 Desember 2025, yang dapat dipandang melanggar Peraturan Polri Nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi dan Komisi Kode Etik Kepolisian Republik Indonesia, Paragraf 2, Etika Kelembagaan, Pasal 10, (1) Setiap Pejabat Polri dalam Etika Kelembagaan dilarang a. melakukan perbuatan yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan/atau standar operasional prosedur, meliputi 1. penegakan hukum, huruf c. merekayasa dan memanipulasi perkara yang menjadi tanggungjawabnya dalam rangka penegakan hukum.

Kasus ini tergolong kejahatan kerah putih (white collar crime) yang diduga dilakukan oleh Christian Jaya yang juga seorang yang berprofesi sebagai advokat, yang diduga kuat memberikan informasi palsu pada mantan Kabareskrim komjen Pol. ( Purn ) Ito Sumardi sehinga muncul kekuatan perdagangan pengaruh (trading in influence) mantan Kabareskrim Polri, Komjen Pol (Purn) Ito Sumardi tersebut.

Berdasarkan uraian fakta tersebut diatas, guna mencegah makin berkembangnya praktek impunitas dan fenomena silent blue code atau yang sering disebut sebagai blue wall of silence, merupakan suatu kultur diam, yang merusak kultural insan Bhayangkara di tubuh Polri — lantaran sikap saling melindungi — serta mendorong perlunya dijatuhkannya sanksi bagi aparat penegak hukum yang melakukan pelanggaran etik, IPW telah meminta kepada Kepala Kepolisian Republik Indonesia Jenderal Polisi Drs. Listyo Sigit Prabowo, M.Si untuk memberi perhatian serius terhadap kasus ini, dengan memerintahkan Irwasum Polri melakukan Pemeriksaan Internal terhadap (1) Karo Wassidik Bareskrim Polri, (2) Perwira Polisi yang mengikuti Gelar Perkara Khusus, (3) Penyidik LP Nomor: LP/B/173/IV/2025/SKPT/BARESKRIM POLRI, tanggal 11 April 2025, (4) Penyidik LP No.: LP/B/100/XII/SPKT/Polda Maluku Utara, tanggal 15 Desember 2022, sesuai ketentuan hukum dan perundang-undangan.

Sugeng Teguh Santoso, Ketua Indonesia Police Watch (IPW)

Tinggalkan Komentar