Samarinda, Gerbangkaltim.com – Dunia pendidikan sedang tidak baik-baik saja. Maraknya kasus kekerasan seksual di lingkungan sekolah serta perilaku perundungan dan intoleransi, menjadi tiga dosa besar pendidikan yang harus segera dihapuskan.

Hal itu disampaikan Wakil Ketua Komisi X DPR RI Hetifah Sjaifudian saat menjadi narasumber dalam kegiatan yang diselenggarakan oleh Asosiasi Bimbingan Konseling (ABKIN) Kota Samarinda, Selasa (16/1/2024). Hetifah menjelaskan, penghapusan tiga dosa besar perlu segera dilakukan mengingat kasus kekerasan di lingkungan pendidikan di Tanah Air sudah dalam situasi darurat.

Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, Teknologi (Kemendibukristek) merilis data pada 2022, bahwa 34,51 persen peserta didik berpotensi mengalami kekerasan seksual. Sementara itu, 26,9 persen peserta didik berpotensi mengalami hukuman fisik. Sedangkan, 36,31 persen peserta didik berpotensi mengalami kasus perundungan.

Angka tersebut menurut Hetifah, masih cukup tinggi dan harus terus diturunkan. Kasus ini tersebar di seluruh Indonesia, bahkan di Kalimantan Timur yang pada 2021 terjadi 11 kasus kekerasan yang terjadi di sekolah.

“Diperlukan langkah yang extraordinary untuk segera menyelesaikan persoalan kekerasan di lembaga pendidikan. Tentu langkahnya adalah dimulai dari pendampingan, perlindungan, pengenaan sanksi administratif dan penegakan hukum, serta yang paling penting adalah pemulihan korban,” kata Hetifah.

Satu-satunya perempuan dari delapan Anggota DPR RI Dapil Kaltim ini menegaskan, tentu pencegahan adalah langkah awal yang terus digencarkan dalam beberapa tahun terakhir. Guru Bimbingan Konseling (BK) pun menjadi garda terdepan dalam mencegah terjadinya tiga dosa besar di dunia pendidikan tersebut.

“Melalui pendampingan konseling, layanan kesehatan, bantuan hukum, serta bimbingan sosial dan rohani, akan membuat lingkungan pendidikan menjadi tempat yang aman dan nyaman bagi siswa maupun guru. Karena itu guru BK harusnya hadir di saat terjadinya masalah, tapi juga menjadi teman dan pendengar yang baik bagi seluruh siswa di sekolah,” saran Hetifah.

Di sisi lain, Caleg DPR RI Partai Golkar ini tetap mendorong agar diperlukan langkah politik agar pencegahan terhadap kekerasan ini berjalan sistematis. Salah satunya dengan menerapkan Permendikbudristek Nomor 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan.

Dalam peraturan yang diteken tahun lalu itu, telah diatur secara jelas mekanisme pencegahan agar satuan pendidikan dan pemerintah daerah mengambil andil untuk memastikan warga satuan pendidikan aman dari berbagai jenis kekerasan.

“Semoga aturan ini bisa segera diterapkan di Kaltim. Saya sudah berusaha dan mengkomunikasikannya kepada Kemendikbudristek dan pemerintah daerah untuk bisa menjalankan mekanisme tersebut. Sehingga kita harapkan di tahun 2024 ini tidak terjadi lagi kasus kekerasan yang terjadi di Kaltim,” harap Hetifah.

Wakil Ketua Umum DPP Partai Golkar ini juga mendorong agar Kemendikbudristek agar rasio dan distribusi guru BK dapat terpenuhi. Sehingga tersedia guru BK yang memenuhi kriteria profesional, dan dapat memberikan layanan secara optima.

Juga mendorong penguatan satgas penanganan kekerasan yang melibatkan lintas kementerian dan lembaga serta masyarakat. Agar penegakan hukum dan disiplin pendidikan dapat berjalan dengan baik.

“Karena langkah untuk mentransformasi pendidikan dalam mewujudkan SDM unggul adalah menciptakan lingkungan satuan pendidikan aman, nyaman dan merdeka dari kekerasan. Termasuk perundungan, intoleransi, dan kekerasan seksual. Serta menjunjung tinggi keragaman, dan inklusivitas,” tutup Hetifah. (*)

Share.
Leave A Reply