IESR Dorong Transformasi Industri dan Pasar Ketenagalistrikan, Sampaikan Rekomendasi ke Wakil Ketua MPR RI

Gerbangkaltim.com, Jakarta – Institute for Essential Services Reform (IESR) menekankan pentingnya transformasi industri dan pasar ketenagalistrikan Indonesia demi mempercepat transisi energi berbasis energi terbarukan. Pesan tersebut disampaikan langsung kepada Wakil Ketua MPR RI, Eddy Soeparno, saat audiensi di Gedung DPR/MPR, Senin (11/8/2025).
IESR menyoroti urgensi RUU Energi Baru dan Terbarukan (EBET) serta RUU Ketenagalistrikan sebagai payung hukum yang dapat mendorong swasembada energi, menekan emisi gas rumah kaca, serta menyediakan akses listrik hijau yang berkualitas dan terjangkau bagi masyarakat maupun industri.
Menurut data Kementerian ESDM, hingga 2024 bauran energi terbarukan baru mencapai 15,37 persen. Sementara itu, PLN melalui RUPTL 2025–2034 merencanakan tambahan kapasitas 69,5 GW pembangkit, dengan porsi energi terbarukan sebesar 42,6 GW. Namun, kebutuhan investasi Rp 1.682,4 triliun dengan 80 persen melibatkan swasta dipandang masih sulit terwujud, karena minat investor rendah akibat skema pembiayaan dan tarif listrik yang tidak bankable.
“Tarif listrik yang berlaku saat ini belum mencerminkan cost recovery, sehingga membatasi ruang gerak PLN dan menghambat minat investasi,” ungkap CEO IESR Fabby Tumiwa.
Fabby juga menekankan pentingnya mekanisme penggunaan bersama jaringan transmisi (power wheeling/PBJT) agar investor bisa langsung membeli listrik dari pengembang energi terbarukan, seperti yang telah diterapkan di Malaysia dan Vietnam.
IESR menilai penerapan PBJT sekaligus restrukturisasi pasar ketenagalistrikan akan mempercepat pengembangan energi terbarukan, tanpa mengurangi kendali negara atas penyediaan listrik untuk kepentingan publik.
Program Manager Transformasi Sistem Energi IESR, Deon Arinaldo, menambahkan hasil studi lembaganya menunjukkan Indonesia memiliki potensi energi terbarukan 333 GW yang layak secara ekonomi. Potensi ini berasal dari PLTS 165,9 GW, PLTB onshore 167 GW, dan PLTM 0,7 GW. Bahkan, Bali, Sumbawa, dan Timor dinilai berpeluang menggunakan 100 persen energi terbarukan pada 2050.
Dalam pertemuan tersebut, IESR mengajukan sejumlah rekomendasi. Untuk RUU EBET, IESR mendorong adanya pasal tentang PBJT, penetapan kuota energi terbarukan, serta pengaturan peran komunitas dalam membangkitkan energi secara mandiri (desentralisasi energi).
Sementara itu, untuk RUU Ketenagalistrikan, IESR merekomendasikan enam poin, di antaranya restrukturisasi industri kelistrikan, pembentukan badan independen untuk pengawasan pengadaan energi terbarukan, penegasan margin PSO sesuai praktik global, hingga perlindungan bagi konsumen prosumer dalam sistem modern.
IESR menegaskan bahwa percepatan transisi energi Indonesia hanya bisa tercapai melalui regulasi yang adaptif, dukungan investasi swasta, serta restrukturisasi pasar ketenagalistrikan yang lebih terbuka namun tetap menjaga kepentingan publik.
Sumber: Institute for Essential Services Reform (IESR)
BACA JUGA