KPPU Desak Gubernur Lampung Cabut Aturan Distribusi Gabah yang Rugikan Petani

distribusi gabah Lampung
Ketua KPPU M. Fanshurullah Asa mengimbau Gubernur Lampung mencabut dua regulasi lama yang dinilai menghambat persaingan usaha dan merugikan petani lokal.

Gerbangkaltim.com, Jakarta – Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) meminta Pemerintah Provinsi Lampung mengevaluasi dan mencabut regulasi yang membatasi distribusi gabah keluar daerah. Ketua KPPU M. Fanshurullah Asa menyampaikan permintaan tersebut dalam surat resmi kepada Gubernur Lampung, Rahmat Mirzani Djausal, pada 31 Desember 2024 lalu.

Aturan yang disorot KPPU adalah Peraturan Daerah Provinsi Lampung Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pengelolaan Distribusi Gabah serta Peraturan Gubernur Nomor 71 Tahun 2017 mengenai pengendalian distribusi gabah. Kedua regulasi ini dinilai menghambat persaingan usaha dan justru merugikan para petani lokal.

Menurut Ifan—sapaan Ketua KPPU—larangan distribusi yang tercantum dalam Pasal 5 ayat (2) Perda dan Pasal 11 Pergub tersebut dapat menurunkan harga jual gabah karena mempersempit akses pasar. “Kebijakan ini menekan daya tawar petani, membatasi pasar, serta membuka celah dominasi oleh segelintir pihak,” ujar Ifan dalam keterangan tertulis yang dirilis Sabtu (28/7/2025).

Kebijakan Dinilai Bertentangan dengan UU dan Semangat Persaingan Sehat

KPPU menyebut kebijakan tersebut tak selaras dengan UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Tak hanya itu, regulasi tersebut juga dianggap bertentangan dengan UU Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan, PP Nomor 17 Tahun 2015 tentang Ketahanan Pangan, serta Permendag Nomor 27 Tahun 2024 yang mengatur Perdagangan Antarpulau.

Dengan pendekatan Daftar Periksa Kebijakan Persaingan Usaha (DPKPU), KPPU mengidentifikasi bahwa pembatasan distribusi gabah ini dapat memunculkan praktik diskriminatif yang merugikan pelaku usaha kecil dan menengah.

Lampung sendiri dikenal sebagai salah satu sentra utama produksi gabah nasional. Pada 2024, total produksi gabah kering giling mencapai 2,79 juta ton. Sayangnya, kapasitas industri penggilingan dalam provinsi masih terbatas. Alhasil, larangan distribusi justru menyulitkan petani saat panen raya karena daya serap pasar lokal yang tidak memadai.

“Banyak petani kesulitan menjual gabahnya karena aturan ini. Nilai Tukar Petani (NTP) dan Nilai Tukar Usaha Pertanian (NTUP) pun kerap di bawah 100, artinya pendapatan mereka kalah dari biaya konsumsi dan produksi,” jelas Ifan.

KPPU Tawarkan Solusi dan Siap Lakukan Pemantauan

Untuk memperbaiki iklim usaha dan mendukung petani, KPPU merekomendasikan tiga langkah utama:

  1. Mencabut Pasal 5 ayat (2) Perda Nomor 7 Tahun 2017;

  2. Mencabut Pasal 11 Pergub Nomor 71 Tahun 2017;

  3. Menyusun kebijakan alternatif yang menjamin pasokan gabah lokal tanpa menghambat persaingan.

Ketua KPPU juga menegaskan bahwa lembaganya akan memantau implementasi saran tersebut sesuai kewenangan yang diatur dalam Peraturan KPPU Nomor 4 Tahun 2023.

“Kebijakan yang ideal adalah yang mampu menjaga ketersediaan bahan baku dalam daerah, sekaligus melindungi hak petani untuk mendapatkan harga terbaik,” tegas Ifan. KPPU berharap langkah korektif ini mampu menciptakan sistem distribusi gabah yang lebih adil dan kompetitif, dengan kesejahteraan petani sebagai prioritas utama.


Sumber: Siaran Pers KPPU, 28 Juli 2025
Narasumber: M. Fanshurullah Asa, Ketua KPPU
Kontak Media: [email protected]
Website: www.kppu.go.id

Tinggalkan Komentar