Akui Ada Defisit Gas, Bahlil Optimis Target 1 Juta Barel Terpenuhi Ditahun 2030

Pertamina
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia didampingi Gubernur Kaltim Rudi Mas'ud saat mengunjungi Onshoer Receiving Facilities PT Eni Indonesia, Senipah, Kukar, Kaltim, Rabun(30/4/2025).

Balikpapan, Gerbangkaltim.com – Menteri ESDM Bahlil Lahadalia mengakui, memang awalnya ada perhitungan defisit gas untuk konsumsi dalam negeri, ini terjadi karena pada saat perencanaan masa lampau, tidak diperhitungkan dengan baik terhadap kebutuhan dalam negeri.

“Nah, begitu kita lalukan review, maka sebagian yang jatahnya harus di ekspor, untuk sementara disetop untuk memenuhi dulu kebutuhan dalam negeri, sehingga sampai dengan hari ini tidak ada import,” ujarnya.

Dan pemerintah berusaha secara maksimal, katanya, supaya tidak import gas, dimana dari perhitungan Kementerian ESDM pada tahun 2026 dan 2027, lifting atau produksi gas dalam negeri akan mengalami kenaikan.

“Tahun 2026, saya piker akan banyak ujian, namun saya sebagai Menteri ESDM berusaha semaksimal mungkin dengan tim yang ada berusaha semaksimal mungkin, baik di K3S maupun di SKK Migas untuk tidak ada import,” tegasnya.

Import akan dilakukan, katanya, jika memang kondisinya sudah emergency, tapi selama tidak ada emergency tidak akan dilakukan import.

“Kita harus yakin apa yang ada di dalam negeri kita, untuk memenuhi kebutuhan kita,” ucapnya.

Dalam kesempatan itu, Bahlil juga menegaskan, Kementerian ESDM hingga sampai saat tidak melakukan revisi untuk target pemenuhan migas sebesar 1 Juta barrel di tahun 2030. Sesuai perintah Presiden Prabowo Subianto, target migas sebesar 9000-1000.000 barel di tahun 2029 dan 2030.

“Sebagai pembantu persiden, saya tidak akan menyerah sebelum bertarung,” ungkapnya.

Bagaimana caranya, kata Bahlil, nanti akan disampaikan karena saat ini baru tahun 2025, dan akan disampaikan pada saat yang tepat.

“Tapi dalam master plan yang kami buat, masih insyallah dan yakin terpenuhi,” tegasnya.

Dan kemungkinan tersebut, katanya, pasti ada, dimana sebagai bangsa yang besar jangan pernah pesimis. Nanti bagaimana negara lain melihat negara kita, jika kita sendiri pesimis.

“Kalau ada gap sebanyak 500.000 barel, itu hal biasa, itu sama seperti orang mau jadi pengusaha masa orang kecil tidak boleh jadi pengusaha,” tutupnya.

Tinggalkan Komentar