Balikpapan, Gerbangkaltim.com – DPRD Kota Balikpapan melalui Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) melaksanakan Rapat Dengar Pendapat (RDP) ulang dengan stakeholder terkait. Menyusul adanya aduan tentang tenaga kerja lokal yang disampaikan oleh Persatuan Ormas Asli Kalimantan (POAK).

Aduan ini melibatkan sejumlah perusahaan yang juga merupakan sub-kontraktor di proyek strategis nasional RDMP JO Balikpapan. Terdapat enam perusahaan yang diundang pada kesempatan tersebut, yakni PT. Kilang Pertamina Balikpapan (KPB), PT. KORINDO, PT. JEL, PT. PowerTech, PT. ETI, dan PT. KOIN. Namun, hanya tiga perusahaan yang hadir dan memenuhi undangan RDP Komisi IV DPRD Balikpapan tersebut.

Wakil Ketua DPRD Balikpapan yang juga merupakan Koordinator Komisi IV DPRD Balikpapan Budiono mengatakan, topik utama pembahasan RDP ini adalah berkaitan dengan penyerapan tenaga kerja lokal, jaminan keselamatan kerja, tidak dilaporkannya jumlah tenaga kerja yang aktif, pemberhentian pekerja secara sepihak dan pembayaran lembur kerja yang tidak sesuai dengan Undang-Undang Tenaga Kerja.

“Dari 5 poin yang disampaikan tadi ada tambahan, salah satunya juga permintaan untuk dihadirkan pihak BPJS Ketenagakerjaan. Kemudian, juga untuk menghadirkan pimpinan perusahaan atau yang bisa memberikan keputusan,” ujarnya, Selasa (11/4/2023).

Budiono menambahkan, selain itu tuntutan peserta rapat juga menginginkan kehadiran pejabat tinggi perusahaan, sehingga rapat akan diagendakan ulang kembali secepatnya.

Sementara itu, Ketua Komisi IV DPRD Balikpapan, Doris Eko Desyanto menambahkan, pihaknya juga telah meminta data pekerja kepada perusahaan-perusahaan yang diduga tidak memenuhi hak pekerjanya tersebut. Hal itu dilakukan agar pihaknya mengetahui kuota pekerja lokal yang dilibatkan dalam aktivitas pekerjaan tersebut.
“Kami sudah sejak November 2022 lalu, minta datanya secara resmi kelembagaan yang ditandatangani oleh Ketua DPRD Balikpapan. Supaya, masyarakat Balikpapan juga mendapatkan porsi atau kesempatan yang sama dengan masyarakat dari luar daerah,” tegasnya.

Dalam masalah ketenaga kerjaan ini, sambungnya, pimpinan perusahaan bisa dikenakan sanksi, sesuai Peraturan Menaker Nomor 18 Tahun 2017 tentang Tata Cara Wajib Lapor Ketenagakerjaan di Perusahaan Dalam Jaringan.

“Penjara paling lama 3 bulan atau denda paling besar Rp 1 juta. Masih ditunggu (datanya), karena kan itu wewenangnya pengawas dari provinsi juga. Kami hanya operator,” ucapnya.

“Paling tidak ya semua pihak bisa hadir agar semua permasalahan tenaga kerja ini bisa selesai,” tambahnya.

Doris juga menyebutkan janji atas kuota 30 persen untuk pekerja lokal juga belum dapat dipenuhi oleh perusahaan sub-kontraktor. Hal ini lah yang membuat masyarakat merasa tersingkirkan dari proyek yang lokasinya di “rumah” sendiri.

“Dari data yang ada tadi kita lihat belum sampai 30 persen,” tegasnya.

Selain itu, berkaitan dengan jaminan keselamatan pekerja, ia menekankan hak dasar pekerja dalam melakukan pekerjaan ini juga harus dipenuhi. Apalagi, pekerjaan ini juga bersinggungan dengan aspek keselamatan.

“Masalah BPJS Ketenagakerjaan juga, dari informasi awal ada perusahaan yang tidak mau mendaftarkan pekerjanya sebagai peserta,” tutupnya.

Share.
Leave A Reply