Kapolda Kaltim: Konflik Agraria Jadi Tantangan Serius Keamanan Sepanjang 2025
Balikpapan, Gerbangkaltim.com— Kepolisian Daerah Kalimantan Timur (Polda Kaltim) menempatkan konflik agraria sebagai salah satu persoalan menonjol yang berpotensi mengganggu stabilitas keamanan dan ketertiban masyarakat sepanjang tahun 2025.
Kapolda Kalimantan Timur Irjen Pol Endar Priantoro mengatakan, konflik agraria di wilayahnya memiliki tingkat kompleksitas tinggi sehingga tidak dapat diselesaikan hanya melalui pendekatan penegakan hukum.
“Konflik agraria tidak bisa selesai kalau hanya menggunakan pendekatan hukum. Kalau hanya hukum, pasti ada pihak yang kalah dan menang, dan itu akan terus bergulir,” kata Endar saat ditemui usai menggelar jumpa pers akhir tahun 2025 di Ruang Mahakam Polda Kaltim, Balikpapan, Selasa (31/12/2025).
Menurut Endar, sepanjang 2025 Polda Kaltim bersama pemerintah daerah dan para pemangku kepentingan lainnya telah melakukan berbagai terobosan dalam menangani konflik agraria. Salah satu pendekatan yang diutamakan adalah penyelesaian secara dialogis melalui musyawarah.
“Kami lakukan treatment satu per satu. Alhamdulillah, bisa terbangun komitmen bersama antara masyarakat dan korporasi untuk menyelesaikan persoalan secara musyawarah, sehingga masalahnya bisa benar-benar tuntas,” ujarnya.
Meski tidak merinci jumlah kasus secara detail, Endar mengakui bahwa konflik agraria di Kalimantan Timur hingga akhir 2025 masih tergolong cukup banyak. Namun, pola penyelesaian yang mengedepankan dialog dan kesepahaman bersama dinilai mampu meredam potensi konflik berkepanjangan.
“Harapannya, kebutuhan masyarakat terpenuhi, kebutuhan korporasi terpenuhi, dan kepentingan pemerintah juga terpenuhi. Karena konflik agraria ini umumnya terjadi antara masyarakat dengan korporasi atau masyarakat dengan pemerintah,” jelas Endar.
Dalam proses penyelesaian konflik tersebut, kepolisian, kata Endar, menempatkan diri sebagai penengah yang adil bagi seluruh pihak yang terlibat.
“Kami berusaha menjadi wasit yang adil, sehingga seluruh kebutuhan para pihak bisa terakomodasi dan ada saling menghargai,” tegasnya.
Endar mencontohkan penyelesaian konflik agraria yang dilakukan di wilayah Jahab, Kalimantan Timur, yang melibatkan masyarakat setempat, pemerintah daerah, serta salah satu perusahaan. Proses tersebut dilakukan melalui pertemuan bersama untuk mencari titik temu.
“
Kita duduk bersama, berdiskusi dengan baik, memahami kebutuhan dan aturan yang ada. Kita ambil jalan tengah yang tidak memberatkan masing-masing pihak dan tidak saling memaksakan, sehingga hasilnya bisa sama-sama menguntungkan,” ujar Endar.
Ia berharap pendekatan tersebut dapat menjadi model penanganan konflik agraria di masa mendatang, khususnya di wilayah yang memiliki dinamika hubungan antara masyarakat, korporasi, dan pemerintah.
BACA JUGA
