Balikpapan, Gerbangkaltim.com – Untuk mengetahui sejauh mana penanganan Covid-19 di Provinsi Kaltim, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) yang juga Ketua Satgas Penangan COVID-19 Letnan Jenderal Ganip Warsito melakukan kunjungan kerja (kunker) diskusi dengan para Walikota dan Bupati serta unsur forkopimda yang ada di Kaltim.

Hadir dalam diskusi tersebut Gubernur Kaltim Isran Noor, Pangdam VI Mulawarman Mayjen TNI Heri Wiranto, Wakapolda Kaltim Brigjen Pol. Drs. Hariyanto,Wali Kota Balikpapan Rahmad Mas’ud dan sejumlah kepada daerah dan unsur Forkopimda di Kalimantan Timur yang mengikuti melalui media zoom.

Ketua Satgas Penanganan Covid-19 Nasional Letjend Dani Warsito mengungkapkan, sejumlah daerah diluar Pulau Jawa dan Bali terjadi lonjakkan

“Intinya kita melihat dengan Presiden, dengan lonjakkan kasus covid-19 ini diluar Jawa itu menunjukkan peningkatan, salah satunya di Kalimantan Timur (Kaltim) , Sulawesi Selatan, Sumatera Utara, kemudian Papua, sehingga melaksanakan koordinasi terhadap apa yang sudah dilaksanakan di Kalimantan Timur,” ujarnya usai rapat koordinasi dengan Gubernur Kaltim, Bupati dan Wali Kota pada Rabu (04/08/2021) di Balikpapan.

Warsito mengatakan, dari penjelasan Gubernur, Wali Kota dan Bupati sudah melakukan penanganan untuk pencegahan penularan COVID-19, namun kasusnya masih saja terjadi lonjakkan.

“Ternyata saya melihat yang dijelaskan Gubernur, Bupati, Wali Kota telah melakukan penanganan dengan, namun kenapa kasus masih meningkat?,” ujarnya
Sehingga kemudian harus dilakukan pembenahan dalam penanganan dari hulu hingga ke hili. Khususnya penanganan pasien yang terkonfirmasi positif covid-19. Mencegah kematian.

“Pembenahan itu mulai kita urut hulunya sampai dengan hilirnya. Hulu yang dimaksud ini adalah bagaimana penanganan orang yang terkonfirmasi,” ujarnya.

Dikatakan Warsito, ada penanganan yang berbeda harus dilakukan daerah untuk pasien terkonfirmasi positif, dari yang orang tanpa gejala (OTG), gejala ringan maupun gejala berat.

“Ini kan ada golongan, ada yang OTG, ada gejala ringan, gejala berat, ini masing-masing ada treatmennya. Untuk yang diizinkan treatmen isolasi mandiri (isoman) terpusat OTG dan gejala ringan,” ujarnya.

Pengalaman yang terjadi di Jawa – Bali, katanya, banyak pasien yang sudah dalam kondisi memburuk baru dibawa ke rumah sakit. Sehingga terlambat dalam penanganan pasien.

“Nah ini yang perlu ditata karena dai pengalaman penanganan di daerah Jawa – Bali terjadinya fataliti itu terjadi pemburukan ketika pasien ini dibawa ke rumah sakit sudah dalam kondisi yang kritis,” ujarnya.

Kemudian lanjutnya, pasien yang melakukan isoman tidak dilakukan monitoring secara baik. Sehingga kondisinya memburuk. Disamping pasien memiliki komorbit dan usia lanjut.
“Kenapa seperti ini?, pertama mungkin ketika insoman yang mengalami pemburukan, atau saat insoman tidak dilakukan monitoring dengan baik,” ujarnya

“Yang kedua karena pasien tersebut karena komorbit, karena usianya usdah lanjut, ini semua yang ditata tadi. Kita sepakat dengan Bapak Gubernur untuk menata ini.”

“Jadi tadi sudah saya uraikan mana yang boleh isoman, mana yang boleh diobawah ke hotel, mana yang harus dirujuk ke rumah sakit ini yang pembenahan di hulu,” tutupnya.

Share.
Leave A Reply