Tana Paser, Gerbangkaltim.com – Pemerintah berencanamenerapkan kebijakan (beleid) yang bermaksud mengoptimalkan pelaksanaan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) lewat Inpres No. 1 tahun 2022.

Pemerintah mulai memberlakukannya pada 1 Maret 2022 yang ditujukan terhadap 30 kementerian atau lembaga, diantaranya yang menjadi sorotan masyarakat terkait penerapan
dalam pengurusan SIM, SKCK dan Jual-beli tanah hingga naik haji.

Dilansir dari Tempo.co Menteri Agraria dan Tata Ruang Sofyan Djalil menjelaskan maksud dari pemberlakuan penggunaan kartu BPJS Kesehatan sebagai syarat jual beli tanah atau pendaftaran peralihan hak atas tanah.

“dalam hal ini, jika orang ingin jual tanah atau rumah atau beli rumah, dia ingat kalau belum bayar BPJS Kesehatannya, begitu juga nanti ada pelayanan-pelayanan lain, misalnya OSS (Online Singel Submission), itu perlu di-ingatkan tentang status keaktifan BPJS Kesehatannya”, dalam keterangan tertulisnya.

Sofyan Djalil menghimbau seluruh rakyat Indonesia untuk berpartisipasi dalam program BPJS Kesehatan, partisipasi ini ditegaskannya sifatnya mandatori atau wajib kepada seluruh rakyat Indonesia, utamanya kalangan orang yang mampu.

Menurutnya, program BPJS Kesehatan ini adalah program yang paling baik, serta merupakan tanggung jawab negara sebagai amanat konstitusi untuk melindungi kesehatan seluruh rakyat Indonesia, sehingga harus didukung oleh semua pihak.

Pemberitaan beleid optimalisasi JKN menyasar pada pengurusan SIM, SKCK dan Jualbeli tanah hingga naik haji tuai pro kontra, Pemerhati Politik dan Hukum (PATIH) Muchtar Amar, SH menjelaskan “setiap warga negara berhak memperoleh pelayanan kesehatan, itu konstitusional, dan hal itu mandatori atau wajib dilaksanakan negara kepada rakyat”.

Namun, “JKN itu kan komposisinya ada PBI yang dibayarkan pemerintah iurannya, ada Non PBI seperti pekerja penerima upah yang iurannya dibayar dari potongan gaji melalui pemberi kerja, pekerja bukan penerima upah dan peserta bukan pekerja yang daftar dan
bayar iurannya sendiri”, terang Muchtar.

Bila hak rakyat untuk memperoleh pelayanan publik yang bersih melayani, seluruh rakyat meski terlebih dahulu melaksanakan kewajibannya (mandatori) sesuai amanat UU SJSN berpartisipasi menjadi peserta JKN PBI atau Non PBI, maka negara tentunya meski yang lebih dulu memiliki sistem standar indikator pelayanan publik yang baik, sehingga pelayanan publik memberikan kemudahan dan kepastian hukum yang adil bagi rakyat pasti akan mendapatkan kepercayaan publik.

Tentu saja diyakini nantinya berbagai kalangan akan berpartisipasi melaksanakan mandatori-nya atau kewajiban-nya sebagai peserta JKN Non PBI dengan semangat gotong
royong agar turut serta meringankan beban rakyat dan negara.

Lebih lanjut Muchtar menuturkan “hak dan kewajiban antara negara dan rakyatnya setidaknya meski relevan dengan standar indikator pelayanan publik yang baik, kalau pemudahan pelayanan publik berikan kepastian hukum yang adil bagi rakyat, yakinlah tentu pasti didukung oleh publik”.

“pelayanan publik meski lebih utamakan pemenuhan syarat formil dan materil yang transparan dan akuntabel dalam melayani rakyat dengan berprikemanusiaan yang adil dan
beradab”, ucapnya.

Kementerian atau lembaga meski lebih siap berbenah diri dan dengan tangan terbuka terhadap kritik konstuktif, selanjutnya optimalisasi JKN yang di-instruksikan presiden Jokowi dapat dengan mudah diterapkan dan diterima oleh semua kalangan.

Amar menegaskan “janganlah persyaratan yang kurang relevan dan bersifat atributif dipaksakan, ‘bisa saja’ tapi harus ada evaluasi seimbang yang jadi ‘indikator’ keberhasilan penerapan, seperti pelayanan publik yang bebas praktek ‘pungli’ dan praktek ‘mafia’ yang syarat kongkalikong serta pelayanan publik yang efektif efisien berdasar asas-asas pemerintahan yang baik”.

“presiden Jokowi kala ini sedang menguji kementerian atau lembaga mana yang mendapatkan kepercayaan publik atas pelaksanaan pelayanan publik yang dirasa

Share.
Leave A Reply