Oleh : Achmad Safari *)

 

Dunia saat ini sedang menghadapi ancaman krisis iklim. Krisis Iklim, sesuai namanya, adalah sebuah krisis yang dialami masyarakat di seluruh dunia disebabkan perubahan iklim. Indonesia tidak terlepas dari ancaman krisis iklim.

Tanda yang paling utama terjadinya krisis iklim adalah banyaknya bencana alam yang melanda. Menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) sebagaimana diberitakan pada laman Beritasatu.com, 2 Februari 2021, ada 277 bencana alam yang terjadi di Indonesia.

Data tersebut diambil dalam kurun waktu 1 Januari hingga 1 Februari 2021. Berdasarkan hitungan BNPB, bencana banjir ada sebanyak 171 kali. Kemudian tanah longsor (48 kejadian), angin puting beliung (45), gempa bumi (6), gelombang pasang dan abrasi (6), kebakaran hutan dan lahan (1). Adapun bencana erupsi gunung berapi dan kekeringan dilaporkan tidak terjadi.

Dari beberapa jenis bencana alam di Indonesia sepanjang Januari 2021, maka 4 dari 6 jenis bencana alam tersebut ada faktor dominan interaksi manusia dengan lingkungan yang menjadi penyebabnya. Memang menurut data BMKG bahwa puncak musim hujan di Indonesia adalah di Bulan Januari dan Februari 2021 ini.

Curah hujan yang tinggi menyebabkan banyaknya bencana banjir dan longsor. Namun, yang harus menjadi catatan adalah saat ini kita sudah hampir tidak bisa menentukan lagi kapan musim hujan dan kapan musim kemarau. Dulu kita dapat memprediksi jika bulan-bulan yang berakhiran -ber berarti kita memasuki musim hujan.

Sebagai buktinya, berdasarkan berita CNBC Indonesia, dalam kurun Januari hingga Agustus 2020, BNPB mengidentifikasi 1.927 kejadian bencana alam. Bencana banjir berada diurutan pertama dengan 726 kejadian, puting beliung 521, tanah longsor 367, kebakaran hutan dan lahan 256, gelombang pasang dan abrasi 24, kekeringan 16, gempa bumi 12 dan erupsi gunung api 5.

Data ini menunjukkan bahwa pada periode musim kemarau maka bencana banjir dan longsor masih dominan terjadi. Hal inilah yang merupakan indikasi adanya perubahan iklim yang dapat mendorong terjadinya krisis iklim global.

Diambil dari laman nuonline, terdapat tiga macam artian bencana bagi seseorang. Pertama adalah bala’, ini adalah ujian yang mengangkat derajat seseorang jika ia mampu melewatinya dengan baik, penuh kesadaran, keikhlasan, dan tawakkal.

Bala’ memperkuat keimanan dan memperkokoh ketaatan seorang hamba. Bahkan, bala’ juga menjadi media peleburan dosa bagi hamba yang mampu menjalaninya dengan baik dan penuh kesabaran. Kedua, bencana juga diartikan sebagai hukuman atau iqob, jika manusia melampaui batas dengan melanggar aturan Tuhan.

Contohnya, manakala manusia mengeksploitasi sumber daya alam sehingga merusaknya dan mengganggu keseimbangan alam. Ketiga adalah pembinasaan atau azab. Bencana ini adalah apa yang terjadi pada umat terdahulu yang menolak ajakan para nabi untuk bertauhid kepada Allah SWT.

Manakala para nabi itu menyerukan keimanan, suatu kaum justru kian asyik tenggelam dalam kekufuran. Sebagai respon dari ketidakpatuhan secara berkesinambungan tersebut, maka Allah mengirimkan musibah yang membinasakan suatu kaum.

Terkait bencana diartikan sebagai hukuman atau iqob. Sunnatullah adalah manakala terjadi hubungan sebab akibat antara fenomena alam dengan ulah manusia yang menyebabkan terjadinya bencana. Sesungguhnya hubungan di antara kedua hal tersebut sangat erat.

Manakala manusia tunduk pada aturan-aturan yang sudah digariskan, termasuk dalam menjaga hukum keseimbangan alam, maka Allah pun akan menjaga bumi dan apa yang ada di atasnya. Namun, jika pelanggaran terjadi, maka Allah akan memberikan peringatan dalam bentuk fenomena alam yang mengganggu kehidupan dan penghidupan manusia atau peristiwa bencana.

Dari uraian di atas, maka jelaslah bahwa suatu musibah hendaknya kita hindari sejak dini dengan cara mengelola risikonya. Pertama, kita perlu mengenali risiko bencana. Kedua kita perlu melakukan langkah-langkah antisipasi agar risiko tersebut tidak menjadi bencana sesungguhnya.

Kesadaran ini sangat penting dan dapat kita lakukan dengan menjaga dan merawat anugerah Tuhan kepada manusia. Tindakan yang patut dilakukan misalnya dengan menjaga kelestarian alam agar keseimbangan alam terjaga dan sunnatullah pun berjalan sebagaimana mestinya tanpa menimbulkan musibah kepada umat manusia. (Sumber: https://www.nu.or.id)

Langkah konkrit yang dapat kita lakukan adalah : Pertama, penerapan gaya hidup zero waste, sampah yang dihasilkan merupakan problematika terbesar dari aktivitas manusia.

Individu perlu menerapkan disiplin ketat untuk menekan jumlah sampah yang dihasilkan. Pengurangan kantung plastik, dan pemilahan sampah rumah tangga merupakan awal yang baik untuk menjaga kelestarian lingkungan.

Pihak produsen, seharusnya ikut bertanggung jawab terhadap kemasan plastik yang mereka gunakan untuk melapisi produknya. Bungkus deterjen, plastik makanan ringan dan pembungkus plastik lainnya memang serasa kecil ukurannya, namun memiliki dampak yang sangat besar bagi timbunan sampah di lingkungan.

Siapa yang bertanggung jawab atas banyaknya timbunan sampah bekas kemasan tersebut. Sudah seharusnya pihak produsen ikut bertanggung jawab terhadap limbah plastik sisa kemasan yang meraka hasilkan.

Pemerintah, membuat regulasi yang mengatur tentang upaya-upaya pelestarian lingkungan, mengawasi terlaksananya peraturan tersebut, serta mendorong kemajuan penelitian untuk menciptakan produk yang lebih ramah lingkungan.

Kedua dengan menjaga kelestarian lingkungan daerah aliran sungai. Kawasan hulu dari sebuah DAS, seharusnya tetap dibiarkan alami dan tak terjamah oleh keinginan untuk meratakan pohon hutan alami yang ada.

Saat ini Kalimantan hanya menyisakan hutan alami terbanyak berada dalam kawasan yang disebut sebagai “jantung Kalimantan” (heart of Borneo) sebuah kawasan hutan alami seluas 23.264.000 Ha mencakup wilayah 3 negara (Indonesia, Malaysia,dan Brunei).

Tugas kita untuk tetap melestarikan kawasan tersebut dan dijaga agar tidak rusak bahkan seharusnya kita mentargetkan agar luas lahan kritis semakin berkurang dan berganti dengan tegakan pohon hutan.

Banyak lagi tindakan yang dapat kita ambil selain dua contoh tindakan diatas, banyak sudah teori-teori dan aturan dibuat sebagai upaya melestarikan lingkungan. Jadi, jika sampai saat ini masih banyak saja terjadi bencana alam diakibatkan kerusakan lingkungan, maka apa yang salah? siapakah pihak yang paling bertanggung jawab atas terjadinya bencana tersebut?

Jawabannya ada di hati nurani kita masing-masing. Sampai berjumpa di aksi nyata kita untuk menyelamatkan lingkungan dari krisis iklim.

 

*) Pemerhati Lingkungan

Share.
Leave A Reply