Membangun Keberanian Publik Menolak Pungli: Fondasi Integritas Layanan Balikpapan

Opini
Natasia Husain Mahasiswi MAP Universitas Mulawarman

Balikpapan, ​Upaya Pemerintah Kota Balikpapan, khususnya melalui Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP), untuk menggalang partisipasi publik dalam menolak praktik pungutan liar (pungli) dan gratifikasi patut disambut baik.

Ajakan kepada masyarakat untuk berani melaporkan penyimpangan merupakan langkah strategis yang tidak hanya bersifat reaktif, namun juga proaktif dalam memperkuat integritas birokrasi. Namun, keberhasilan agenda “pemerintahan bersih” ini tidak dapat hanya bertumpu pada instruksi di atas kertas, ia menuntut sinergi antara keberanian publik dan komitmen aparat yang teguh.

​Pengawasan Dua Arah

​Pandangan mengenai tata kelola pemerintahan yang bersih senantiasa merujuk pada prinsip pengawasan dua arah. Integritas harus terwujud melalui kontrol internal yang kuat dari pemerintah dan pengawasan eksternal dari masyarakat sebagai pengguna layanan.

​Di tengah era keterbukaan informasi, segala bentuk praktik koruptif, sekecil apa pun itu, tidak boleh lagi dianggap sebagai “uang lelah” atau hal lumrah. Pungli adalah bentuk perusakan sistem yang fundamental, yang secara langsung mereduksi kualitas layanan publik dan, yang lebih berbahaya, mengikis kepercayaan publik terhadap institusi pemerintah.

​Praktik pungli, sehalus apa pun kemasannya, merupakan indikasi adanya budaya permisif dalam struktur birokrasi. Ketika masyarakat memilih berdiam diri, penyimpangan kecil ini berpotensi bermetamorfosis menjadi kebiasaan, menguat menjadi budaya, dan pada akhirnya menjadi tembok tebal yang melumpuhkan upaya reformasi birokrasi. Inilah esensi pentingnya keberanian warga untuk menolak dan melaporkan praktik yang selama ini mungkin dianggap “sudah biasa” atau “jalan pintas”.

​Konsistensi Pemerintah dan Edukasi Publik

​Namun, keberanian masyarakat saja tidaklah cukup. Pemerintah memiliki kewajiban moral dan administratif untuk menunjukkan respons yang cepat, transparan, dan tegas terhadap setiap laporan yang masuk. Tanpa tindak lanjut yang jelas, mekanisme pelaporan akan kehilangan daya tariknya dan hanya menjadi slogan tanpa nilai praktis. Konsistensi dalam audit internal secara berkala, pengetatan disiplin pegawai, serta penegasan larangan menerima gratifikasi adalah langkah-langkah nyata yang harus diperkuat secara berkelanjutan.

​Di sisi lain, tidak semua kasus pungli timbul dari niat buruk semata. Tak jarang, praktik tersebut muncul akibat ketidaktahuan masyarakat mengenai prosedur baku layanan atau adanya celah interpretasi dalam sistem pelayanan yang dimanfaatkan oleh oknum tertentu.

​Oleh karena itu, edukasi publik memegang peranan kunci. Masyarakat perlu secara aktif diinformasikan mengenai hak-hak mereka, alur layanan yang benar, dan kanal pelaporan yang aman dan mudah diakses. Pemerintah juga dituntut untuk menyederhanakan mekanisme layanan menjadi lebih transparan, minim interpretasi, dan bebas dari ruang abu-abu yang dapat dimanfaatkan untuk keuntungan pribadi.

​Integritas Aparatur sebagai Fondasi

​Pada akhirnya, integritas aparatur negara adalah fondasi utama dari tata kelola pemerintahan yang baik. Aparatur wajib menjadi teladan profesionalisme dan kepatuhan terhadap aturan. Ketika setiap pegawai menjalankan tugasnya sesuai standar dan masyarakat berperan aktif dalam mengawasi, maka layanan publik akan bergerak menuju arah yang lebih adil, efisien, dan berorientasi pada kepentingan umum.

​Membangun pemerintahan yang bersih bukanlah sebuah pekerjaan singkat. Ini adalah sebuah proses panjang yang menuntut keberanian personal, komitmen institusional, dan kesadaran kolektif. Pungli, sebagaimana diibaratkan, adalah retakan kecil yang jika dibiarkan akan menggerogoti modal utama pembangunan: kepercayaan masyarakat.

​Oleh karena itu, ajakan Pemkot Balikpapan ini harus diangkat dari sekadar seruan formal menjadi sebuah gerakan moral dan kolektif seluruh warga.

Menolak pungli adalah tindakan kecil yang memiliki dampak besar. Ia adalah perwujudan keberanian untuk menjaga Balikpapan tetap profesional, tetap berintegritas, dan tetap menempatkan kepentingan publik di atas segalanya.
​Pemerintahan yang baik dan bersih dimulai dari keberanian kolektif untuk berkata jujur dan menolak pungli dalam bentuk apa pun.

Penulis oleh: Natasia Husain
Mahasiswi MAP Universitas Mulawarman

Tinggalkan Komentar