Padepokan Ilalang Gandeng Pelajar Paser Menyalakan Panggung Ketoprak
PASER, Gerbangkaltim – Di bawah cahaya temaram obor yang berjajar sepanjang jalan tepi hutan teluk adang, Desa Jone, Kecamatan Tanah Grogot, masyarakat melangkah dengan rasa penasaran. Sulit dipercaya, malam itu—Sabtu, (15/11/2025) —suara gamelan yang mengalun pelan dari arah hutan menjadi penanda adanya sebuah keramaian. Semakin dekat, terlihat sebuah panggung sederhana namun hidup: Taman Budaya Ilalang, markas Padepokan Seni ILALANG yang selama ini konsisten merawat denyut seni di Paser.
Kang Sastro, seniman sekaligus budayawan Kalimantan Timur, malam itu menyuguhkan sesuatu yang tak biasa: pagelaran Ketoprak Rantau berjudul Lutung Kasarung (Purbasari–Purbolarang). Bukan oleh para pemain profesional dari Jawa, melainkan oleh para pelajar Paser lintas suku dan latar belakang—wujud nyata dari keberagaman yang lebur dalam satu panggung kebudayaan.
Ketoprak di Tanah Borneo
Ketoprak, sebagai teater tradisional Jawa, biasanya lekat dengan kehidupan masyarakat Jawa di pulau asalnya. Namun, di tangan Kang Sastro—Suwanto, S.Sn., M.Pd., lulusan Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta—tradisi ini diolah secara kreatif menjadi pertunjukan khas Kalimantan. Para tokohnya dimainkan oleh siswa-siswa SMA Negeri 2 Unggulan Tanah Grogot, MAN 1 Paser, SMK Negeri 2 Paser, serta kelompok Stand Up Comedy Paser.
Meski berbeda budaya, mereka tampil padu dan komunikatif. Gagasan, kritik sosial, hingga humor segar mengalir lewat dialog khas ketoprak, mengundang tawa sekaligus renungan dari ratusan penonton yang memenuhi panggung terbuka itu.
Didukung Banyak Pihak
Pagelaran ini digelar melalui program Fasilitasi Pemajuan Kebudayaan oleh Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah XIV Kaltimtara, serta didukung Dewan Kesenian Kabupaten Paser dan DPD IKAPAKARTI Paser.
Ketua Dewan Kesenian Paser, H. Hendra Wahyudi, yang juga Ketua DPRD Kabupaten Paser, menegaskan pentingnya peran Padepokan Ilalang.
“Padepokan Ilalang satu-satunya kelompok seni yang menjadi motor perkembangan teater di Paser. Mereka konsisten, itu yang membuat seni teater tetap hidup di sini,” ujarnya.
Dukungan serupa datang dari Ketua DPD IKAPAKARTI Paser, H. Budi Santoso.
“Ketoprak mampu membangkitkan kembali gairah teater yang lama redup. Ia lengkap: ada humor, ketegangan, kesedihan, kostum indah, sekaligus nilai edukasi budaya dan sejarah untuk pelajar,” tuturnya.
Panggung Penyatu Masyarakat
Malam itu, Taman Budaya Ilalang menjadi ruang temu berbagai lapisan masyarakat. Anak-anak duduk di depan panggung sambil menahan tawa, para orang tua menikmati dialog ringan yang menyentuh persoalan sehari-hari, sementara pejabat dan tokoh masyarakat ikut larut dalam suasana. Ketoprak menjembatani perbedaan—memberi ruang bagi warga untuk berbagi tawa dan cerita dalam satu tenda kebersamaan.
Di tengah derasnya arus digital, pertunjukan seperti ini menjadi oase: menghadirkan hiburan sekaligus mempererat hubungan sosial.
Memantik Kreativitas Generasi Muda
Bagi para pelajar, keterlibatan dalam pementasan ini bukan sekadar tampil di atas panggung. Mereka belajar tentang sejarah Nusantara, nilai budaya, kerja sama, linguistik, hingga percaya diri. Nilai-nilai itu menjadikan ketoprak sebagai ruang belajar tanpa kelas, tempat kreativitas tumbuh alami.
Menggerakkan Ekonomi Lokal
Kehadiran ratusan penonton tentu memberi dampak ekonomi. Pedagang makanan, penjaja minuman, hingga penjual souvenir kebudayaan merasakan berkah dari ramainya pengunjung. Gelaran seni ini bukan hanya merawat budaya, tetapi juga menggerakkan roda ekonomi masyarakat.
Budaya yang Terus Bernyala
Padepokan Ilalang berhasil membuktikan bahwa seni tradisi tetap relevan. Dengan pengembangan kreatif dan kolaborasi lintas usia serta lintas budaya, ketoprak bukan hanya dipentaskan, tetapi dihidupkan kembali dalam konteks lokal Paser.
Di tengah hutan Teluk Adang, di antara kerlip obor dan bunyi gamelan, seni kembali menemukan rumah. Dan generasi muda—yang tampil malam itu—menjadi penjaga masa depan budaya Nusantara. (geka)
BACA JUGA
