Penajam, Gerbangkaltim.com – Walaupun larangan ekspor produk turunan sawit telah dicabut, namun petani sawit swadaya masih dihantui berbagai persoalan keberlangsungan dalam budidaya kelapa sawit di Indonesia, seperti dilansir dari berbagai sumber dan link berita nasional.

Kala ini dari hulu ke hilir persoalan regulasi yang belum berpihak pada petani sawit swadaya, harga pupuk yang masih mahal, harga TBS yang masih dibawah harga atas dalih belum bermitra, hingga persoalan rusaknya jalan-jalan kolektor sekunder, jalan lokal primer-sekunder ataupun jalan usaha tani sebagai urat nadi komoditas petani kelapa sawit swadaya.

Di Paser dan PPU misalnya, “daerah ini kan kiblat komoditas kelapa sawit pertama di Kaltim, kan di tahun 1980an PTPN XIII telah masuk di desa Samuntai, Longikis-Paser ,” ungkap Muchtar Amar, SH selaku Pemerhati Politik dan Hukum (PATIH) di Penajam.

melalui keterangan tertulisnya Kamis 08/06/2022 kepada awak media. “persoalan petani sawit swadaya terkesan lambat diurai penyelesaiannya, dari hulu ke hilir, persoalan regulasi, harga pupuk, harga TBS, hingga persoalan rusaknya jalan-jalan
kolektor sekunder, jalan lokal primer-sekunder ataupun jalan usaha tani sebagai urat nadi petani menambah daftar jeritan petani”, bebernya.

Dilansir SPKS.or.id, luas areal perkebunan sawit di Indonesia mencapai 16,36 juta hektar, dirincikan pihak swasta mencapai 8,58 juta Ha, petani kepala sawit swadaya mencapai 6,72 juta Ha dan BUMN Pemerintah mencapai 0,98 juta Ha (sumber kementan 2019).

Masih berdasar data kementan 2019, jumlah produktivitas relata nasional mencapai 3,36 Ton/Ha/Tahun, meski kelapa sawit sebagai salah satu penyumbang terbesar devisa negara,
belum teratasi ruang dan waktu persoalan yang dialami petani sawit swadaya masih diterjang aral, termasuk persoalan jalan di desa Adang Jaya, Longikis-Paser.

Amar menjelaskan “petani sawit swadaya kan sudah berikan kontribusi besar buat negara, bayangkan lebih 40 % produktivitas kelapa sawit dihasilkan oleh petani sawit swadaya, namun tampaknya belum dapat sinergi diurai oleh pemerintah daerah hingga ke pemerintah pusat, jalan rusak sangat menyulitkan petani, diurailah sesuai kewenangan”.

“Sore tadi ada chat wa screenshot keluhan petani lewat postingan foto di fb ancha mazholank di desa Adang Jaya-Longikis, taglinenya cerita kami hari ini, menarik tagarnya #petanisawitlongikis, #petanisawitpaser, #petanisawitkaltim, #penuhperjuangan, #jeritanpetanisawit, caption foto jalan rusak dan foto gapura Adang Jaya berjuang dongkrak truck agar lolos dari amblas antar hasil panen”, tambah Muchtar.

Di Penajam misalnya, salah satu pabrik tiga hari terakhir menerapkan harga TBS kembali turun 170 rupiah perkilogramnya dari harga sebelumnya 2.170 rupiah, hal ini diungkapkan
oleh pengepul TBS di Desa Giri Mukti Kec. Penajam-PPU yang konon tak terlalu jauh dari rencana IKN Nusantara program presiden Jokowi.

Malam tadi di Petung Kamis 09/06/2022 pengepul TBS kembali mengeluhkan, menurut Muchtar “pabrik diduga masih belum bermitra dengan petani sesuai regulasi, pemerintahan pak Jokowi meski tegas menerapkan regulasi yang telah diatur, jika tidak ‘bisa diterapkan’
direvisi saja itu aturan agar pro ke petani swadaya, kan kasian petani ibarat sudah ketimpa tangga, kesiram cat pula bertubi-tubi,” tutupnya.

Share.
Leave A Reply