Oleh : Achmad Safari*

 

Mengambil pelajaran yang tak ternilai harganya dari bencana banjir yang terjadi di Kalimantan Selatan dan bencana tanah longsor di Sumedang hingga menimbulkan puluhan korban jiwa meninggal serta puluhan ribu jiwa terdampak akibatnya, juga tak terhitung sangat besar kerugian materi yang diakibatkannya.

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), mencatat tambahan korban meninggal akibat banjir di 10 kabupaten/kota di Kalimantan Selatan jadi 15 orang. Sebanyak 39.549 warga terpaksa mengungsi akibat kejadian tersebut. Banjir yang menerjang 10 kabupaten/kota di Kalimantan Selatan ini juga merendam 24.379 rumah (sumber : Detiknews, 18 Januari 2021).

Sedangkan bencana tanah longsor di Sumedang, merujuk data Pusat Pengendali Operasi (Pusdalops) BNPB per hari Senin (18/1) pukul 20.26 WIB. Total korban meninggal yang berhasil ditemukan mencapai 40 jiwa. sebanyak 1.119 warga masih mengungsi (sumber : merdeka.com, 19 Januari 2021).

Kondisi di kedua daerah tersebut bukan sesuatu yang mustahil dapat terjadi di Kabupaten Paser. Tanda-tanda potensi bencana ekologis sudah mulai bermunculan jika melihat kondisi Kabupaten Paser saat ini :

  1. Hingga akhir Tahun 2020, lahan yang telah diberikan kepada pihak swasta dalam bentuk Ijin Usaha Pertambangan seluas 233.992,782 Ha dan Hak Guna Usaha Perkebunan seluas 155.544,62 Ha.

Peta lahan terbaru di pulau Kalimantan memberi informasi hilangnya hutan setiap tahunnya mulai dari tahun 2000 hingga 2017 karena ekspansi lahan untuk perkebunan kelapa sawit dan kayu pulp (ditandai warna hitam pada peta) dan hilangnya hutan (perubahan warna hijau ke warna lain di peta). Hijau ke putih = hilangnya lahan hutan, hijau ke hitam = penebangan hutan dan dikonversi menjadi perkebunan di tahun yang sama, hijau menjadi biru = hutan secara permanen dibuat menjadi bendungan PLTA (lihat di negara bagian Sarawak, Malaysia). CIFOR / David Gaveau et al.

Sumber : https://forestsnews.cifor.org

Keterangan : Tanda      adalah wilayah Kabupaten Paser

 

  1. Kondisi lahan di wilayah Kabupaten Paser banyak yang berada pada status kritis.

Definisi lahan kritis, menurut :

  1. Permenhut nomor 52/Kpts-II/2001: Lahan kritis adalah lahan yang keadaan fisiknya sedemikian rupa sehingga lahan tersebut tidak berfungsi secara baik sesuai dengan peruntukannya sebagai media produksi maupun sebagai media tata air.
  2. Puslittanak, Kementan (2004) lahan yang mengalami kerusakan fisik tanah karena berkurangnya penutupan vegetasi dan adanya gejala erosi (ditandai dengan banyaknya alur-alur drainase/torehan).
  3. Peraturan Pemerintah Nomor 76 Tahun 2008 tentang Rehabilitasi dan Reklamasi Hutan, bahwa lahan kritis adalah lahan yang sudah tidak berfungsi lagi sebagai media pengatur tata air dan unsur produktivitas lahan sehingga menyebabkan terganggunya keseimbangan ekosistem DAS.
  4. Menurut Arsyad (1989, dalam buku : Konservasi tanah dan Air, terbitan ITB Bandung), lahan kritis adalah kondisi lahan yang terjadi karena tidak sesuainya kemampuan lahan dengan penggunaan lahannya, sehingga mengakibatkan kerusakan lahan secara fisik, kimia maupun biologis.

Kerusakan tanah berdampak pada meluasnya lahan kritis,terutama di Daerah Aliran Sungai (DAS). Hutarabat (2008) (diambil dari: Ganjar Arisandi, dkk; Studi Faktor Penyebab Kerusakan Tanah Di Daerah Aliran Sungai (DAS) Bomo Kabupaten Banyuwangi, dalam https://repository.unej.ac.id) menyebutkan bahwa ada tiga faktor utama penyebab terjadinya kerusakan tanah DAS di Indonesia yaitu :

(1) keadaan alam geomorfologi (geologi, tanah, dan topografi) yang rentan terjadi erosi, banjir, tanah longsor, dan kekeringan;

(2)   iklim, terutama curah hujan yang tinggi yang dapat menimbulkan kerusakan terhadap tanah, sehingga menyebabkan terjadinya erosivitas yang tinggi; dan

(3)  aktivitas manusia dalam pemanfaatan dan penggunaan lahan atau hutan yang melampaui daya dukung wilayah atau lingkungan yang tidak menerapkan kaidah konservasi tanah dan air yang disebabkan oleh kurangnya pengetahuan dari petani, serta sikap mental orang-orang yang tidak bertanggung jawab, terutama dalam hal tata guna lahan hutan yang difungsikan menjadi lahan budidaya pertanian.

 

 

Berdasarkan Dokumen Indeks Kualitas Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Kabupaten Paser Tahun 2017, maka beberapa penyebab lahan kritis di Kabupaten Paser adalah sebagai berikut :

  1. Perkebunan dan Hutan Tanaman Industri
  2. Pertanian, pemukiman, dan lahan terbuka bekas PETI
  3. Kebakaran lahan.
  4. Eks penebangan hutan pada era kayu
  5. 5. Pembukaan lahan untuk pertambangan dan lahan terbuka bekas tambang batubara
  6. 6. Kawasan dengan kondisi alamiah tanah berupa pegunungan kapur atau dengan solum rendah

Luas Lahan Kritis di Kabupaten Paser

LUAS LAHAN KRITIS TAHUN 2018 (Ha)
Agak Kritis Kritis Potensial Kritis Sangat Kritis Tidak Kritis
575.905 31.331 313.523 9.635 131.657

Sedangkan pada tahun 2017, lahan sangat kritis seluas 6.649,33 Ha.

Jika kita bandingkan luas Kabupaten Paser sebesar 11.603,94 km2 atau  1.160.394 Ha, maka gabungan keempat kriteria lahan kritis tersebut (agak kritis, kritis, potensial kritis, dan sangat kritis) mencapai 930.394 Ha atau sekitar 80% dari total luas Kabupaten Paser.

Terjadi peningkatan luasan lahan sangat kritis di tahun 2018 sebesar 2.985, 67 Ha, atau terjadi kenaikan sekitar 45% dibandingkan tahun 2017. Bila kita asumsikan laju degradasi lahan ke arah kriteria sangat kritis setiap tahun terjadi penambahan luasan 1.500 Ha, maka bisa saja data lahan kategori sangat kritis di akhir tahun 2020 mendekati angka 13.000 Ha.

  1. Berdasarkan Dokumen Rencana Program Investasi Jangka Menengah Kabupaten Paser Tahun 2017-2021, maka 8 dari 10 kecamatan termasuk wilayah rawan bencana banjir dan banjir arus deras. Kedelapan kecamatan tersebut adalah : Tanah Grogot, Batu Engau, Batu Sopang, Long Ikis, Long Kali, Muara Komam, Muara Samu, dan Pasir Belengkong.

Kecuali Tanah Grogot, maka tujuh kecamatan lainnya merupakan wilayah pertambangan dan perkebunan.

 

  1. Dampak Pertambangan terhadap penambahan lahan kritis

Aktivitas pertambangan mengakibatkan areal hutan alam menjadi hilang. Berganti dengan hamparan lahan terbuka. Keadaan ini berdampak terhadap hilangnya kesuburan tanah, munculnya lubang bekas tambang (void) yang berisi air asam tambang, dan ketidakseimbangan ekologis.  Untuk mengelola lokasi pertambangan sesuai kaidah pertambangan yang baik dan benar saja tidak akan mampu mengembalikan fungsi ekologis seperti keadaan semula, apalagi jika pelaku usahanya tidak memiliki komitmen yang baik terhadap upaya pelestarian lingkungan.

Saat ini sangat banyak lahan tambang di Kabupaten Paser dibiarkan tak direklamasi dengan baik, dan menyisakan lubang tambang yang penuh dengan air asamnya. Akibat adanya kadar asam yang tinggi maka lahan tidak lagi layak untuk digunakan sebagai lahan pertanian, Inilah potensi yang menyebabkan luas lahan kritis di Kabupaten Paser semakin meningkat.

  1. Dampak perkebunan terhadap penambahan lahan kritis

Aktivitas perkebunan menyumbang potensi penambahan lahan kritis yang cukup besar. Budidaya monokultur, pemberian pupuk serta pestisida secara kontinyu apalagi tidak tepat waktu, tidak tepat guna, dan tidak tepat aplikasi akan menyebabkan hilangnya kesuburan tanah serta lenyapnya habitat satwa liar.

Tanaman sawit memiliki sistem perakaran yang kurang kuat mengikat tanah, sehingga sangat rentan terjadinya erosi tanah,ditambah dengan faktor kemiringan tanah dan tidak adanya rekayasa untuk mengatasi limpasan air menyebabkan tanah subur pada bagian atas akan terkikis dan larut terbawa aliran air hujan. Perkebunan sawit juga rawan bencana longsor khususnya pada sawit yang ditanam di daerah bukit.

 

  1. Kondisi Sungai :

Usaha perkebunan menyebabkan penurunan kualitas air sungai melalui:

  1. Erosi tanah yang masuk ke sungai meningkatkan kekeruhan sungai.

Selain dilakukannya penanaman di lahan dengan kemiringan tanah yang curam, maka penanaman di sempadan sungai juga mengakibatkan tidak ada tanaman alami/hutan yang mampu menahan laju erosi. Penanaman di sempadan sungai banyak dijumpai pada perusahaan perkebunan yang beroperasi di Kabupaten Paser.

  1. Pupuk dan pestisida terbawa air hujan dapat masuk ke sungai sehingga menurunkan kualitas air sungai dan menimbulkan eutro

Eutrofikasi adalah proses pengayaan nutrien dan bahan organik dalam jasad air. ini merupakan masalah yang dihadapi di seluruh dunia yang terjadi di ekosistem air tawar maupun marin. Eutrofikasi memberi kesan kepada ekologi dan pengurusan sistem akuatik yang mana selalu disebabkan masuknya nutrient berlebih terutama pada buangan pertanian dan buangan limbah rumah tangga. (Tusseau-Vuilleman, M.H. 2001)

Eutrofikasi dapat dikarenakan beberapa hal di antaranya karena ulah manusia yang tidak ramah terhadap lingkungan. Hampir 90 % disebabkan oleh aktivitas manusia di bidang pertanian. Para petani biasanya menggunakan pestisida atau insektisida untuk memberantas hama tanaman agar tanaman tidak rusak. Akan tetapi botol – botol bekas pestisida itu dibuang secara sembarangan baik di sekitar lahan pertanian atau daerah irigasi. Hal inilah yang mengakibatkan pestisida dapat berada di tempat lain yang jauh dari area pertanian karena mengikuti aliran air hingga sampai ke sungai – sungai atau danau di sekitarnya.(Finli, 2007)

Menurut Morse et. al. (1993) sumber fosfor penyebab eutrofikasi 10 % berasal dari proses alamiah di lingkungan air itu sendiri (background source), 7 % dari industri, 11 % dari detergen, 17 % dari pupuk pertanian, 23 % dari limbah manusia, dan yang terbesar, 32 %, dari limbah peternakan. Paparan statistik di atas menunjukkan bagaimana besarnya jumlah populasi dan beragamnya aktivitas masyarakat modern menjadi penyumbang yang sangat besar bagi lepasnya fosfor ke lingkungan air.

Sumber  : Arman Ahmad dari https://mazara30.wordpress.com; 2012.

  1. Limbah pabrik tanpa melalui pengolahan yang benar masuk ke parit dan bermuara ke sungai.

Usaha pertambangan menimbulkan kerusakan perairan sungai melalui:

  1. Erosi tanah hasil pembukaan lahan
  2. Air asam tambang dan air pada settling ponds tanpa melalui pengolahan yang benar masuk ke parit dan bermuara ke sungai

Aktivitas masyarakat juga dapat menjadi penyebab penurunan kualitas air sungai:

  1. Aktivitas MCK
No Kecamatan Fasilitas Tempat Buang Air Besar
Sendiri Bersama Umum Sungai
(1) (2) (4) (5) (6) (7)
1. Longkali 5344 559 1190
2. Longikis 10650 1005 920
3. Muara Komam 3632 331 419
4. Batu Sopang 7077 127 412
5. Muara Samu 935 19 183
6. Kuaro 5872 249 982
7. Tanah Grogot 19924 516 1520
8. Pasir Belengkong 6527 445 302
9. Batu Engau 4923 275 984
10. Tanjung Harapan 1722 437 685
Total 66606 3963 0 7497
Sumber : Dokumen IKPLHD Kab. Paser, 2019  

 

Dari data tersebut sebanyak 7.497 KK yang masih memanfaatkan sungai sebagai tempat pembuangan. Aktivitas harian mereka tersebut menyebabkan bertambahnya kandungan total coliform pada air sungai.. Deterjen yang mereka gunakan untuk mencuci juga meninggalkan residu kimia di sungai.

 

  1. Penambangan illegal dan pengerukan pasir di dasar sungai menyebabkan peningkatan kekeruhan sungai

Pada tahun 2018 ketika melakukan survei menyusuri sungai dari hulu Sungai Kandilo di Kecamatan Muara Komam, kami menemukan belasan penambang  tanpa izin beroperasi di sepanjang alur sungai.

 

 

 

Berdasarkan hasil uji pada 29 sampel air sungai yang dilakukan DLH Paser di tahun 2020, maka ada beberapa parameter uji yang berada diatas baku mutu lingkungan, yaitu : kekeruhan, TSS, besi, nitrogen, total coliform, sulfida, dan amoniak. Meningkatnya kadar beberapa parameter uji tersebut sangat erat kaitannya dengan aktivitas pertambangan dan perkebunan.

Dilihat dari bahan pencemarannya eutrofikasi tergolong pencemaran kimiawi. Eutrofikasi adalah pencemaran air yang disebabkan oleh munculnya nutrient yang berlebihan kedalam ekosistem perairan. Eutrofikasi terjadi karena adanya kandungan bahan kimia yaitu fosfat (PO3-). Suatu perairan disebut eutrofikasi jika konsentrasi total fosfat ke dalam air berada pada kisaran 35-100µg/L. Eutrofikasi banyak terjadi di perairan darat (danau, sungai, waduk, dll).

Selain P (fosfor) senyawa lain yang harus di perhatiakan adalah nitrogen. Distribusi penggunaan pupuk nitrogen terus meningkat dari tahun ke tahun. Komponen nitrogen sangat mudah larut dan mudah berpindah di dalam tanah, sedangkan tanaman kurang mampu menyerap semua pupuk nitrogen. Sebagai akibatnya, rembesan nitrogen yang verasal dari pupuk yang masuk kedalam tanah semakin meluas, rembesan nitrogen yang berasal dari pupuk yang masuk kedalam tanah semakin meluas, tidak terbatas pada area sandy soil. Sejumlah kelebihan nitrogen akan berakhir di air tanah. Konsentrasi nitrogen dalam bentuk nitrat secara bertahap meningkat di beberapa mata air di areal pertanian, yang akan menyebabkan terganggunya kesehatan manusia yang mengkonsumsi air tersebut sebagai air minum.

Di perairan yang sangat kaya akan nutrien, produksi plankton dapat menjadi sangat berlebihan. Spesies plankton tertentu muncul secara berkala dalam kuantitas yang sangat besar, yang sering dikenal sebagai “algae bloom”. Beberapa alga tertentu dapat menimbulkan bau dan rasa yang tidak sedap di perairan, dan mengakibatkan konsekuensi yang sama jika perairan menerima material organik dari sumber-sumber pencemar, yaitu sejumlah besar oksigen dalam air terkonsumsi ketika sejumlah besar plankton yang mati berpindah ke dasar perairan dan terdegradasi. Defisiensi oksigen dapat mengurangi kehiupan bentik dan ikan. Jika perairan bentik menjadi de-oksigenasi, hidrogen sulfid (H2S) akan meracuni semua bentuk kehidupan di perairan. Akhirnya eutrofikasi berat dapat menimbulkan pengurangan sejumlah spesies tanama dan hewan di perairan.

       Sumber  : Arman Ahmad dari https://mazara30.wordpress.com; 2012.

 

Gambar : Perubahan warna Sungai Seratai diduga diakibatkan adanya eutrofikasi

 

Cara beberapa negara mengatasi permasalahan lingkungan

  1. Jerman

Tahun 1988, peneliti menemukan campuran racun seperti 16.000 ton Nitrogen, 10.000 ton Fosfor, 23 ton air raksa dan 3 ton campuran kimia Pentaklorofenol yang berkadar racun tinggi, di alirkan ke Sungai Elbe. Tetapi, penutupan banyak pabrik (yang melanggar aturan), pemurnian air limbah dari kanalisasi yang terus menerus, serta peraturan lingkungan yang ketat telah menyelamatkan Sungai Elbe dan sungai-sungai lainnya di Jerman.

Sumber : dw.com

  1. Denmark

Indeks Kinerja Lingkungan (EPI) menjadikan Denmark sebagai negara ramah lingkungan ketiga pada tahun 2018.

Solusi Daur Ulang, Sampah non terbaharukan merupakan permasalahan semua negara, di Denmark mendorong penerapan daur ulang, banyakpusat daur ulang berdiri diseluruh negeri.

Solusi Limbah Air, Denmark memiliki pabrik pengolahan limbah untuk mengubah air limbah menjadi air layak pakai. Selain itu optimalisasi proses dan komponen baru seperti nitrifikasi dan denitrifikasi secara bersamaan.

Sumber: majalahcsr.id

  1. Jepang
  • Membuat aturan pembuangan sampah yang ketat, sampah dipisahkan menjadi cukup banyak jenis dn dibuang di hari-hari yang berbeda.
  • Air kotor dan bekas (sabun) tidak dimasukkan ke selokan, air kotor tersebut disalurkan melalui saluran khusus menuju ke bangunan pengolahan (STP = Sewerage Treatment Plant).

Sumber : www.rucika.co.id

 

 

 

 

 

 

 

Kesimpulan :

  1. Aktivitas pertambangan dan perkebunan berpotensi menambah laju penambahan lahan kritis di Kabupaten Paser.
  2. Pembukaan lahan secara besar-besaran mengakibatkan tanah menjadi rentan terhadap erosi permukaan. Hal ini dikarenakan tanah menjadi jenuh dan tidak mampu lagi menyerap air hujan dengan baik. Akibatnya banyak aliran air hujan membawa partikel tanah dan bermuara ke sungai. Partikel tanah mengendap dan bertumpuk di dasar sungai mengakibatkan pendangkalan, menyebabkan berkurangnya daya tampung sungai terhadap volume air yang masuk. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya bencana banjir.
  3. Tanah longsor dapat terjadi pada daerah yang berkontur dengan kemiringan yang curam. Daerah ini banyak terdapat di bagian barat Kabupaten Paser. Pembukaan lahan dan usaha perkebunan monokultur menyebabkan hilangnya fungsi hutan sebagai penahan erosi. Aliran air akan mengikis tanah dan jika terjadi secara terus menerus maka dapat menimbulkan dampak longsor pada wilayah tersebut.
  4. Banyaknya senyawa kimia yang masuk ke sungai mengakibatkan sungai menjadi tercemar sehingga dapat membahayakan kesehatan bagi konsumennya. Hal ini mengakibatkan Kabupaten Paser dapat mengalami krisis bahan baku air minum.

Berdasarkan kondisi tersebut, saya mengajak kita semua untuk bertindak preventif bukan reaktif terhadap degradasi lingkungan yang terjadi.

  1. Kepada pelaku usaha pertambangan :
  2. segera lakukan reklamasi dan revegetasi terhadap lahan tambang yang sudah tak digunakan. Penuhi janji kalian sesuai isi dokumen lingkungan. Misalnya jika dalam dokumen lingkungan tidak ada tertuang meninggalkan lubang tambang, maka tutup semua lubang tambang, patuhilah isi dokumen tersebut.

Perda Kabupaten Paser Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup serta Perda Kabupaten Paser Nomor2 tentang Pengelolaan Limbah mencantumkan tentang sanksi bagi pelaku usaha yang tidak melaksanakan kewajibannya dalam menjaga kelestarian lingkungan.

  1. Lakukan praktik pertambangan sesuai kaidah keamanan lingkungan, jangan biarkan air asam tambang dan air buangan di settling ponds yang melebihi baku mutu masuk ke lingkungan.
  2. Ikut membantu kampanye dan kegiatan lain dalam upaya pelestarian lingkungan

 

  1. Kepada pelaku usaha perkebunan
  2. Hentikan aktivitas penanaman pada lahan yang tidak diperkenankan untuk ditanami, seperti pada daerah yang berkontur dengan kemiringan curam, atau pada daerah resapan air.
  3. Hentikan aktivitas penanaman pada sempadan sungai, baik sungai besar, sungai kecil ataupun anak sungai.
  4. Jika telah ada aktivitas sesuai kedua hal diatas, maka sebaiknya segera untuk diganti dengan tanaman hutan.
  5. Aplikasikan pupuk dan pestisida secara benar. Pemberian yang tidak sesuai aturan akan mengakibatkan banyak pupuk dan pestisida ikut larut bersama air hujan dan bermuara ke sungai.
  6. Kepada pemilik pabrik pengolahan minyak kelapa sawit (CPO), agar selalu mengontrol kondisi IPAL, jangan sampai air limbah masuk ke lingkungan alam.
  7. Ikut kampanye dan upaya lainnya dalam rangka pelestarian lingkungan

 

  1. Kepada Pemerintah Daerah
  2. Dinas Lingkungan Hidup tidak akan mampu menangani permasalahan lingkungan secara sendiri, perlu kerjasama dan integrasi program dari semua OPD yang ada sehingga dapat meminimalkan kerusakan lingkungan.

Untuk lebih efektifnya koordinasi, dapat dibentuk tim penanggulangan kerusakan lingkungan yang langsung dibawah koordinasi Sekretaris Daerah, serta pembentukan kelompok kerja atau pengaktifkan kembali peran Forum DAS Kabupaten Paser dalam upaya pelibatan peran aktif masyarakat untuk menjaga kelestarian lingkungan.

  1. Pemberian sanksi bagi perusahaan perusak lingkungan agar dapat ditegakkan, serta pemberian penghargaan bagi pelaku usaha yang komitmen terhadap upaya pelestarian lingkungan.

 

 

  1. Kepada Masyarakat
  2. Hentikan praktik usaha illegal seperti penambangan tanpa ijin, pengerukan pasir tanpa ijin, dan usaha lainnya yang berpotensi mencemari lingkungan.
  3. Berperan aktif dalam menjaga lingkungannya, seperti membentuk komunitas masyarakat peduli lingkungan.

 

Tana Paser,  21 Januari 2021

 

*) Pemerhati Lingkungan

Share.
Leave A Reply