Tujuh Kasus Selesai Lewat Restorative Justice, Kejari Balikpapan Dorong Penyelesaian Damai Tanpa Pengadilan

kejaksaan
Kepala Seksi Tindak Pidana Umum (Kasi Pidum) Kejari Balikpapan, Er Handaya Artha Wijaya

Balikpapan, Gerbangkaltim.com — Kejaksaan Negeri (Kejari) Balikpapan terus memperluas penerapan restorative justice (RJ) sebagai alternatif penyelesaian perkara pidana tanpa jalur pengadilan. Hingga Oktober 2025, tujuh kasus berhasil diselesaikan melalui mekanisme RJ dari delapan yang ditargetkan tahun ini.

Kepala Seksi Tindak Pidana Umum (Kasi Pidum) Kejari Balikpapan, Er Handaya Artha Wijaya, menjelaskan, penyelesaian perkara lewat RJ mencakup berbagai wilayah di Balikpapan. Salah satu yang berhasil dituntaskan adalah kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) di Kelurahan Manggar, Balikpapan Timur.

“Kasus tersebut sudah berakhir di tahap pencabutan perkara setelah kedua belah pihak sepakat berdamai,” ujar Handaya, Rabu (22/10/2025).

Selain tujuh perkara RJ, Kejari Balikpapan juga memfasilitasi tujuh kasus pencabutan laporan oleh korban yang memilih jalan damai. Semua proses itu difasilitasi sejak tahap pra-penuntutan, setelah jaksa mempelajari berkas perkara dari penyidik kepolisian.

Menurut Handaya, hanya perkara dengan ancaman hukuman di bawah lima tahun dan pelaku yang belum pernah terjerat pidana yang dapat diajukan RJ. Contohnya, kasus pencurian ringan, perkelahian, atau penipuan dengan kerugian di bawah Rp2,5 juta.

“Jika memenuhi syarat, jaksa akan memfasilitasi pertemuan antara pelaku dan korban, menghadirkan tokoh masyarakat, tokoh agama, aparat kepolisian, Babinsa, Bhabinkamtibmas, serta ketua RT,” jelasnya.

Forum musyawarah ini berfungsi menilai perilaku pelaku di lingkungan sosialnya sekaligus mempertimbangkan kondisi korban. Hasil kesepakatan kemudian dikirim ke Kejaksaan Tinggi untuk ditelaah dan diajukan ke Kejaksaan Agung (Kejagung) guna mendapatkan persetujuan akhir.

“Penentu akhir tetap di Kejagung. Kami di daerah hanya berperan sebagai fasilitator,” tegas Handaya.

Namun, tidak semua perkara bisa diselesaikan lewat RJ. Umumnya, kasus kekerasan atau kejahatan berat tidak masuk kriteria, kecuali jika pelaku dinilai berkelakuan baik, aktif di masyarakat, dan belum memiliki catatan kriminal.

“Kadang ada pertimbangan kemanusiaan. Kalau pelaku masih muda, menyesal, dan aktif memperbaiki diri, bisa kami ajukan,” tambahnya.

Meski begitu, Handaya menegaskan, RJ tidak berarti membebaskan pelaku, melainkan berfokus pada pemulihan hubungan dan keadilan bagi kedua pihak. Dalam beberapa kasus, korban yang awalnya menolak perdamaian akhirnya memahami tujuan RJ setelah diberikan penjelasan.

“Contohnya kasus perusahaan yang dirugikan Rp1,5 juta. Setelah difasilitasi, kedua pihak sepakat berdamai karena kerugiannya sudah diganti,” ujarnya.

Ia juga menekankan, kesempatan RJ hanya berlaku satu kali bagi setiap pelaku. Jika mengulangi perbuatan pidana, maka akan langsung diproses hukum tanpa opsi RJ.

“RJ bukan pengampunan, melainkan kesempatan memperbaiki diri. Kalau diulangi, proses hukum tetap berjalan,” tutup Handaya.

Tinggalkan Komentar