Oleh : Agus Laksito, STP.,M.Si. CRBD*

Kasus korupsi, pembebasan lahan untuk Rumah Potong Unggas (RPU) Kota Balikpapan, dengan kerugian negara Rp.11 Milyar, yang dilakukan oleh oknum-oknum di eksekutif dan legislatif, dan sudah berkuatan hukum tetap berdasarkan putusan Pengadilan Tipikor Samarinda, yaitu 1 anggota DPRD, 5 dari Dinas Perikanan dan Pertanian dan 2 warga, saat ini memasuki babak baru.

Berdasarkan perkembangan kasus yang disampaikan pihak Polda Kaltim pasca tertangkapnya ROS, tersangka yang melarikan diri, dan berprofesi sebagai perantara jual beli tanah tersebut, Polda Kaltim kembali memanggil saksi baik dari legislatif dan eksekutif, terlebih ada penggantian pimpinan Polda Kaltim, yang tentunya akan selesaikan “PR” Kapolda lama.

Pertanyaan yang kemudian muncul adalah, apakah legislatif dan eksekutif yang diperiksa kembali, memiliki waktu dan akan fokus kepada tugas-tugas akan jabatan saat ini ? Bagaimana, kasus ini tak terjadi lagi di.kemudian hari, sehingga pembangunan bisa berkeadilan sosial ?

Semestinya, kasus korupsi tidak akan terjadi bilamana sistem pengelolaan pemerintah berjalan sebagaimana mestinya. Bahwa sebuah kegiatan sudah direncanakan sebagai bagian sebuah perencanaan pembangunan (PLAN).

Kemudian perencanaan dijabarkan atau dimplementasikan oleh Penguna Kuasa Anggaran (PKA), yang tentunya aktifitas mendapatkan pengawasan internal. Ada inspektorat dan pejabat wakil walikota sebagai satuan pengawasan internal.

Belum lagi, tupoksi anggota DPRD sebagai pengawas ekternal bersama BPKP, pihak kepolisian ataupun kejaksaan untuk melakukan pengawasan dan memperbaiki apabila ada hal yang salahi prosedur atau cegah kerugian negara. 

Menjadi persoalan adalah lemahnya fungsi pengawasan. Kita tidak mau negara mengalami kerugian dan tidak mau, para pejabat habis masuk penjara. Oleh karenanya, pengawasan diperketat dan berjalan sesuai Tupoksinya, merupakan hal utama dan prinsip untuk cegah korupsi.

Walaupun mentalitas koruptor ada, kesempatan ada dan pengaruh untuk lakukan korupsi ada, tetapi, jika fungsi pengawasannya berjalan, maka tidak akan berani lakukan korupsi.

Hal senada juga disampikan oleh Presiden Joko Widodo dalam arahannya kepada pimpinan daerah beberapa waktu lalu agar masyarakat dilibatkan dalam pengawasan. Pelibatan masyarakat dalam pengawasan agar tidak ada lagi pemyimpangan sehingga pembangunan benar-benar dirasakan oleh masyarakat. Sekarang yang menjadi pertanyaannya, bagaimana melibatkan masyarakat dalam pengawasan ? Apakah eksekutif dan legislatif mau transparan dan akuntable akan program dan anggarannya ? Apakah mereka bersedia dikritik dan diberikan saran oleh masyarakat ?

Korupsi sebagai bagian kejahatan utama selain teroris,narkoba dan kejahatan anak, memang berdampak kepada image negative pemerintahan ataupun lembaga negara tersebut. Akan sulit perbaikin jika sudah tercoreng dan buruk dimata masyarakat. Ayo setop korupsi. Berani Jujur, Hebat. 

*Penulis adalah Pegiat Anti Korupsi dan Pemerhati Kebijakan Publik Kota Balikpapan

Share.
Leave A Reply