Balikpapan, Gerbangkaltim.com – Komisi X DPR RI melakukan Kunjungan Kerja Spesifik bidang Kebudayaan ke Kota Balikpapan, Kalimantan Timur, Rabu (9/11/2023). Rombongan dipimpin langsung oleh Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Hetifah Sjaifudian yang juga merupakan anggota legislatif dapil Kaltim.

Kunjungan kerja spesifik ini merupakan bagian dari masa persidangan I DPR RI Tahun 2023-2024. Sehingga, sifatnya sama seperti Rapat Dengar Pendapat yang dilakukan di Senayan.

Anggota Komisi X DPR RI yang hadir dalam kunjungan di Balikpapan ialah, Adriana Dondokambey, Andreas Hugo Pareira, Nuroji, Sodik Mujahid, Effendi M.S Simnolon, Nur Purnamasidi, Hanursyadi Sulaiman, Lestrari Moerdijat, Anita Jacoba Gah, dan Mitra Fakhrudin. Kegiatan yang digelar di Kantor Wali Kota Balikpapan ini, juga dihadiri oleh Direktur Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Masyarakat, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) Sjamsul Hadi

Dalam peretemuan tersebut, setidaknya ada sekitar 50 orang yang hadir dari unsur perwakilan masyarakat adat, paguyuban, budayawan, pelaku seni, akademisi, serta perwakilan dari Pemerintah Provinsi Kaltim dan Pemerintah Kota Balikpapan, juga DPRD Kota Balikpapan.

Kunjungan kerja spesifik ini ucap Hetifah, merupakan bagian dari penyerapan aspirasi masyarakat, khususnya masyarakat Bumi Etam untuk tetap menjaga, melindungi, dan memajukan kebudayaan di Kaltim di tengah gencarnya pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN). Sehingga, seluruh elemen masyarakat ikut dihadirkan, untuk menyampikan persoalan, dan pendapatnya kepada para stakholder terkait.

”Kami tidak berharap pembangunan fisik yang begitu gencar di IKN melupakan pemajuan kebudayaan. Banyak komunitas dan paguyuban yang telah merasakan adanya kecemasan dengan kedatangan penduduk baru ke Kaltim ini dan membuat budaya yang sudah ada terdegradasi atau punah, baik bahasa daerah atau keseniannya,” tutur Wakil Ketua Umum DPP Partai Golkar ini.

Dengan pertemuan yang diinisiasi Komisi X DPR RI ini, Hetifah berharap koleganya di Senayan, juga ikut membersamai dalam gerakan melindungi, melestarikan, dan memajukan kebudayaan di Kaltim. Sehingga, tidak saja sekadar menyerap aspirasi, tapi juga ikut berkolaborasi dalam memajukan kebudayan Bumi Etam yang nantinya akan menjadi pusat peradaban dunia dengan berdirinya IKN.

Menjaga kebudayaan di Kaltim terang Hetifah merupakan bagian dari menjalankan amanat Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan. Bahkan sebagai implementasi dalam mendukung UU Pemajuan Kebudayaan, juga telah diterbitkan Peraturan Presiden Nomor 114 Tahun 2022 tentang Strategi Kebudayaan, dan Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Pemajuan Kebudayaan.

Namun, dalam praktiknya masih sangat sulit ujar Hetifah, untuk masyarakat melindungi kebudayaannya, hingga akhirnya lenyap oleh modernisasi. Ia menginginkan agar kebudayaan di Kaltim yang beragam tetap terjaga.

Dari pertemuan dengan para budayawan dan seniman lokal itu terungkap, perlu ada ruang publik sebagai tempat berekspresi. Di ruang tersebut kelak para seniman lokal bisa berkesenian, melestarikan kebudayaan dan kearifan lokal yang dimiliki. Hetifah juga menambahkan, pembangunan IKN harus banyak memberi kesempatan bagi penduduk lokal untuk terlibat, baik dalam pembangunan infrastruktur fisik maupun kebudayaan.
“Di Balikpapan saja ada 120 lebih suku  dan paguyuban. Masing-masing memiliki bahasa dan kulturnya sendiri, seperti seni tari dan seni pertunjukkan. Kelak, dalam pendidikan formal juga ada mata pelajaran muatan lokal berupa bahasa daerah,” harap Politisi Partai Golkar ini.

Sementara itu, Direktur Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Masyarakat, Kemendikbudristek Sjamsul Hadi mendukung penuh adanya ruang-ruang berekspresi untuk dijadikan tempat berkesenian dan kebudayaan. Selain itu dia juga menyoroti tata kelola kebudayaan yang kerap menjadi masalah di banyak wilayah, terutama terkait ketersediaan anggaran.

“Tata kelola (kebudayaan) yang kami harapkan untuk anggaran, sebenarnya jika ada kolaborasi di OPD ini lebih baik. Hal ini akan mempercepat kemajuan daerah,” ucap Sjamsul.

Dia menerangkan, saat ini Kemendikbudristek sedang membangun kerja sama agar dapat memanfaatkan dana desa untuk sebagian dimanfaatkan dalam pemajuan kebudayaan. Hal ini demi menjawab kebutuhan banyaknya masyarakat adat yang berada di pedesaan yang jauh dari kota, untuk tetap bisa memajukan kebudayaannya.

“Ada dana desa yang sekitar Rp 700 juta – Rp 1 miliar yang bisa dimanfaatkan. Nah ini kiranya ini bisa diinformasikan, untuk kemudian disusun peraturan desa agar sebagian dimanfaatkan pemajuan kebudayaan,” ucap Sjamsul Hadi.

Sementara itu, Zulhamdani salah seorang pelaku seni budaya di Balikpapan yang hadir dalam pertemuan tersebut sangat mengapresiasi adanya serapan aspirasi yang diinisiasi Komisi X DPR RI. Dia menjelaskan, pemajuan kebudayaan membutuhkan dukungan banyak pihak, terutama dari pemerintah dan juga pihak swasta.

Namun, yang paling penting adalah masyarakat di Kaltim, tetap mempertahankan kebudayaan yang selama ini tetap terjaga. Terutama dari gempuran pendatang yang nantinya akan bekerja di IKN.

“Pemerintah kami harap harus memperhatian masyarakat adat. Putra-putra Kaltim harus tetap menjadi tuan rumah di tanahnya sendiri, jangan sampai nanti ada IKN justru tersingkir,” ujar dia saat diwawancara usai kegiatan berlangsung.

Sementara itu, Rudiansyah yang mengelola Rumah Cagar Budaya Dahor yang berada di Kecamatan Balikpapan Barat, menyuarakan dukungan pemerintah daerah dan pusat untuk lebih memerhatikan cagar budaya yang tersisa. Sebab, cagar budaya yang sedang dijaga saat ini pun terancam penggusuran karena proyek pembangunan kilang minyak.

Padahal Rumah Cagar Budaya Dahor sudah berusia lebih dari 100 tahun. Ia berharap kepada Komisi X DPR RI dan juga Hetifah Sjaifudian untuk dapat mengkomunikasikan persoalan ini, agar nantinya rumah yang menjadi saksi bisu terhadap perkembangan Kota Balikpapan itu, tidak dirubuhkan dan tetap bertahan sebagai bagian dari warisan anak dan cucu di masa yang akan datang.

Share.
Leave A Reply