Setiap bulan Ramadan, masjid, musala dan majelis taklim selalu ramai dengan kajian agama. Mulai ba’da subuh, ba’da dhuhur dan ba’da ashar selalu ada kegiatan mengaji. Sementara ba’da tarawih, tempat-tempat itu juga selalu terdengar lantunan ayat suci Al Qur’an sampai tengah malam.

 

Ramadhan, bulan penuh berkah bagi umat Islam di seluruh dunia, dengan puasa dari fajar hingga matahari terbenam, mengilhami peningkatan keimanan, ketaqwaan, dan kebersamaan. Salah satu aspek penting dari Ramadhan adalah intensitas kegiatan spiritual yang meningkat, termasuk doa, dzikir, dan pembacaan Al-Quran. Namun, seringkali kegiatan membaca buku terabaikan karena kesibukan harian atau fokus pada ibadah.

 

Macam-macam kajian agama,  ada yang berupa baca kitab karya para ulama, baca kitab tafsir Al Qur’an, muratal dan juga ceramah. Anehnya, semua majelis ilmu itu selalu dipenuhi jama’ah.

Sepertinya orang-orang meyakini bahwa siapapun yang bersedia menghadiri majlis ilmu di bulan Ramadan pahalanya akan berlipat ganda. Mereka rela memangkas waktu istirahat demi asupan dan nutrisi keilmuan. Mereka rela menghadiri majelis ilmu semata untuk mengisi waktu Ramadan agar tidak sia-sia belaka.

 

Di masa sekarang ini, yang menjadi isu krusial adalah rendahnya minat baca dan literasi. Penggunaan teknologi modern, terutama gadget dan media sosial, telah mengalihkan perhatian dari membaca buku secara tradisional. Ini berdampak pada kurangnya kebiasaan membaca di kalangan generasi muda, yang berpotensi mengurangi pemahaman mereka tentang berbagai hal, termasuk agama, ilmu pengetahuan, dan kesehatan mental.

 

Salah satu solusi yang bisa diajukan adalah meningkatkan kesadaran akan kepentingan membaca buku sebagai amalan yang memberi manfaat. Bulan Ramadhan yang dianggap penuh keberkahan. Memanfaatkan momentum Ramadhan untuk mendorong masyarakat membaca buku yang berkaitan dengan agama, sejarah, atau motivasi spiritual bisa menjadi langkah awal yang efektif. Di samping itu, lembaga pendidikan dan pemerintah juga dapat memberikan dukungan melalui program literasi yang kreatif dan menarik, terutama bagi generasi muda.

 

Namum masyarakat juga harus memiliki kesadaran penuh bahwa usai Ramadan masih banyak tantangan dalam mempertahankan dan meneruskan budaya literasi ini. Ramadan hanyalah momen untuk memulai. Bukan berarti usai Ramadan budaya literasi juga telah selesai. Justru di bulan-bulan selanjutnya harus terus dipertahankan. Bahkan progres yang dilakukan harus terus naik dan dinamis.

Semua bergantung pada beban moral masing-masing individu. Mampu atau tidak untuk bersikap istikomah dalam mengembangkan misi memasyarakatkan literasi sesuai wahyu pertama surat Al-Alaq ayat 1-5. yang diturunkan kepada Rasulullah untuk kita semua.

 

Bila kita benar-benar menyadari akan wahyu pertama, tentu kita akan terus berusaha menjadi umat yang melek literasi dan berusaha sebagai pelaku utama dalam hal ini. Kita harus tetap optimis mewujudkannya.

 

Siapapun kita, dan dalam kapasitas apapun juga, hendaknya kita harus memulai dari diri kita dan orang-orang disekitar untuk melakukan revolusi diri, saat ini juga. Melakukan perbaikan terus menerus. Dan Ramadhan ini adalah momentumnya.

 

Kita jadikan Ramadhan sebagai bulan literasi, hingga melahirkan aksi yang nyata. Jika ini istiqomah sepanjang masa, dan nawaitu-nya benar, bahwa semuanya sebagai bismirabbik, bukan bismi yang lain, Insya allah pada gilirannya nanti, kita bisa mengubah keadaan, dan membuktikan serta mengembalikan peradaban Islam ini unggul dan menguasai dunia. Bukan hanya cerita, tetapi fakta. Aaminn Yarobbal Alamin, Selamat menjalankan Ibadah Puasa 1445 H.

Share.
Leave A Reply