Balikpapan, Gerbangkaltim.com – Permasalahan pernikahan dini menjadi salah satu perhatian serius Pemkot Balikpapan melalui Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB). Permasalahan ini menjadi perhatian karena bisa mengganggu keinginan Pemkot Balikpapan menjadikan Kota Balikpapan sebagai Kota Layak Anak.

Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Kota Balikpapan, Alwiati mengatakan, berdasarkan data Pengadilan Agama Kota Balikpapan, menjelang akhir tahun 2022 ini terdapat 70 angka pernikahan dengan Dispensasi Nikah (Diska). Dimana jumlah ini jika dibandingkan dengan tahun 2020 lalu mencapai 179 dan tahun 2021 turun di angka 168, tahun ini terus mengalami penurunan.

“Memang untuk di Balikpapan ini kasus pernikahan dini tidak terlalu nampak. Tapi kami tidak ingin hal ini jadi masalah terpendam dan menjadi fenomena gunung es yang kelak akan membludak,” ujarnya, Rabu (9/11/2022).

Dikatakannya, pertumbuhan jumlah penduduk Balikpapan sangat pesat setiap tahunnya, hal ini perlu disikapi dengan memberi perhatian khusus pada perlindungan anak.

“Kita memang tidak bisa selalu mengawasi pergaulannya, sehingga tak jarang menyebabkan kasus pernikahan dini. Memang rata-rata pernikahan dini yang ada dalam data kami berlatar belakang MBA atau married by accident,” paparnya.

Alwiati menambahkan, Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Kota Balikpapan, selama ini telah melakukan langkah-langkah konseling atau penasehatan kepada calon mempelai yang menikah dini beserta keluarganya agar lebih siap.

“Rata-rata turunan dari pernikahan dini itu juga berdampak pada kasus stunting dan kemiskinan bahkan juga berdampak terjadinya kasus KDRT. Ini karena ketidaksiapan secara mental, fisik dan finansial,” jelasnya.

Sejauh ini DP3AKB dengan program PIN EMAS atau peningkatan peran serta masyarakat, sudah melakukan sejumlah sosialisasi dan edukasi yang bermuara pada output Kota Layak Anak dengan melibatkan masyarakat secara aktif.

“Di tiap kelurahan ada aktivis Perlindungan Perempuan dan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PPATBM) dan PPART di tingkat RT. Kita berikan pembekalan kepada para aktivis ini agar bisa mengedukasi lingkungan sekitarnya,” tutupnya.

Share.
Leave A Reply