Balikpapan, Gerbangkaltim.com – Tim Penyidik Pegawai Negeri Sipil Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Kalimantan Timur dan Utara (Kanwil DJP Kaltimtara) melalui Tim Korwas Ditreskrimsus Polda Kalimantan Timur melakukan penyerahan tanggung jawab tersangka dan barang bukti (Tahap 2) atas kasus dugaan tindak pidana di bidang perpajakan kepada Kejaksaan Negeri Balikpapan melalui Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur, Senin (14/11/2022).

Kepala Bidang Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Kanwil DJP Kaltimtara Sihaboedin Effendy mengatakan, Tersangka FH, Freelance CV KP, Gelapkan Pajak 1,4 M Tersangka inisial FH diserahkan ke Kejaksaan Negeri Balikpapan sebagai bentuk tindak lanjut
penyelesaian penyalahgunaan pajak yang telah menimbulkan kerugian negara.

“FH diduga kuat telah menggelapkan pajak dari CV KP pada masa pajak April 2017 sampai dengan Desember 2018,” ujarnya.

Sihaboedin Effendy mengatakan, berdasarkan kronologi yang diperoleh selama pemeriksaan, diketahui direktur CV KP menugaskan FH untuk membuat laporan dan melakukan penyetorkan pajak ke dalam kas negara. Pada kenyataannya, FH yang merupakan pekerja lepas dari CV KP tidak membuat laporan dan menyetorkan pajak melainkan menggunakan uang pajak tersebut untuk kebutuhan pribadi.

“FH memanipulasi laporan pajak dan bukti setoran bank agar terlihat memiliki kemiripan dengan bukti yang autentik kemudian menyerahkan bukti-bukti palsu tersebut kepada direktur CV KP. Dalam pemanggilan sebagai saksi, FH mengakui dengan sengaja melakukan manipulasi tersebut,” paparnya.

Sihaboedin Effendy mengatakan, tersangka FH dipersangkakan telah melanggar Pasal 39 ayat (1) huruf c dan/atau Pasal 39 ayat (1) huruf d juncto Pasal 39 ayat (1) huruf i Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.

“Tersangka dengan sengaja tidak menyampaikan SPT Masa PPN dan/atau menyampaikan SPT Masa PPN yang isinya tidak benarserta tidak menyetorkan pajak yang telah dipungut sehingga dapat menyebabkan kerugian pada pendapatan negara sebesar Rp1.406.300.330,” tegasnya.

Atas pelanggaran tersebut FH dapat dihukum dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.

SedangkanTersangka HR, Direktur PT ACB, kata Sihaboedin Effendy mengatakan, tidak Setorkan Pajak 342 Juta. Sehingga pda waktu yang bersamaan dilakukan juga penyerahan tanggung jawab tersangka dan barang bukti atas dugaan tindak pidana di bidang perpajakan ke Kejaksaan Negeri Balikpapan terhadap tersangka HR.

“Dugaan tindak pidana perpajakan yang dilakukan oleh HR diketahui berlangsung selama kurun waktu Januari 2016 sampai dengan Desember 2016 melalui PT ACB,” ucapnya.

Sihaboedin Effendy menambahkan, HRmerupakan Direktur PT ACB diduga kuat telah melanggar Pasal 39 ayat (1) huruf d juncto Pasal 39 ayat (1) huruf i Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas UndangUndang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.

“Tersangka dengan sengaja menyampaikan SPT Masa PPN yang isinya tidak benar atau tidak lengkap serta tidak menyetorkan pajak yang telah dipungut sehingga dapat menyebabkan kerugian pada pendapatan negara sekurang-kurangnya sebesar Rp342.289.957,” tegasnya.

Modus operandi yang dilakukan oleh HR melalui PT ACB diketahui dengan sengaja menerbitkan
Faktur Pajak atas Jasa Pekerjaan Konstruksi dan Land Clearing terhadap PT MAU namun tidak
melakukan penyetoran pajak (PPN) ke dalam kas negara.

“Atas perbuatan tersebut HR dapat dihukum dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahundan denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar,” ungkapnya.

Ultimum Remedium untuk Keadilan Masyarakat dan Penerimaan Negara Perbuatan yang dilakukan oleh FH dan HR secara nyata menyimpang dari aturan perpajakan yang berlaku dan sangat merugikan negara.

“Untuk menegakkan keadilan dan stabilitas penerimaan negara maka tindakan penegakan hukum ditempuh sebagai langkah terakhir (ultimum remedium) untuk menindak tegas perbuatan yang melanggar peraturan perundangundangan,” tukasnya

Penanganan tindak pidana di bidang perpajakan ini tentu tidak lepas dari upaya sinergi Kanwil
DJP Kaltimtara, Kepolisian Daerah Kalimantan Timur, Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur dan
Kejaksaan Negeri Balikpapan yang dilakukan secara komprehensif dan kolaboratif.

“Tujuan utamanya bukan hanya semata-mata ingin memenjarakan wajib pajak melainkan untuk
memulihkan kerugian negara dan memberikan rasa keadilan bagi seluruh wajib pajak,” ucapnya.

DJP selaku institusi penghimpun pajak negara akan berupaya untuk memberikan deterrent effect
kepada individu maupun badan hukum yang berniat melakukan penggelapan pajak. Diharapkan
upaya penegakan hukum di bidang perpajakan ini, dapat meningkatkan kesadaran wajib pajak untuk berkontribusi sesuai kewajiban perpajakannya sebagai bentuk sikap gotong royong dalam membangun Indonesia yang lebih maju.

Share.
Leave A Reply