Oleh : Kasrani Latief

TANA PASER – Banyak tafsiran mengenai makna kata mudik. Ada yang menyebut bahwa kata mudik berasal dari bahasa Arab “al-aud” yang bermakna kembali. Mudik adalah kembali ke asal yakni udik. Sementara menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, mudik memiliki arti pulang ke kampung halaman.

Tak ada yang tahu kapan dan siapa yang memulai kebiasaan ini, tak ada catatan khusus yang merangkumnya. Namun, tradisi ini terus meningkat dari tahun ke tahun dengan antusiasme pemudik juga meningkat.

Menurut dosen Sejarah di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, Silverio Raden Lilik Aji Sampurno, mudik sudah ada sejak zaman Majapahit dan Mataram Islam. “Awalnya, mudik tidak diketahui kapan. Tetapi ada yang menyebutkan sejak zaman Majapahit dan Mataram Islam,”. Ketika itu, kekuasaan Majapahit sampai ke Sri Lanka dan Semenanjung Malaya. Pihak kerajaan menempatkan pejabatnya ke berbagai wilayah untuk menjadi pemimpin setempat. Suatu ketika, mereka akan balik ke pusat kerajaan untuk menghadap Raja dan melihat kampungnya.

Hal ini yang sering dikaitkan dengan mudik di Nusantara., selain Majapahit, mudik juga dilakukan dari Mataram Islam yang berada di daerah kekuasaan. Setelah itu, istilah mudik baru tren pada 1970-an. Momen ini merupakan tradisi yang dilakukan oleh perantau di berbagai daerah untuk kembali ke kampung halamannya.

Mudik, artinya kembali keasal kita sebagai manusia. Mudik dari kota yang penuh dengan “kebisingan”, penuh dengan “sugesti-sugesti” yang mungkin membuat anda menjadi lupa sebagai manusia, untuk kembali ke asal yang tenang, apalagi jika tujuan mudik anda di kota-kota kecil, tentu menjadi penyegar bagi pikiran anda, menjadi penenang bagi diri anda.

 

Mudik, kembali ke tempat kelahiran, kembali mengingat asal kita lahir, kembali mengingat semua kenangan di awal kehidupan kita dengan bertemu orang tua, ataupun jika orang tua sudah meninggal maka mengunjungi makamnya, membuka memori ketika dulu masih bersama dengan orang tua kita, membuka ingatan betapa sayangnya orang tua kita.

Pulang ke kampung halaman yang jauh dari keramaian, aktivitas kota. Mudik dilakukan secara berulang-ulang. Baik ketika lebaran, liburan sekolah, natal, dan tahun baru. Sehingga mudik menjadi semacam budaya atau tradisi di nusantara yang dilakukan hampir setiap tahunnya.

Mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam, jadi puncak mudik adalah ketika perayaan hari raya Idulfitri. Tradisi ini juga dapat diartikan sebagai suatu simbol akan munculnya kesadaran rohani akibat kehampaan spiritualitas akibat kesibukan aktivitas di kota.

Tradisi mudik memiliki makna yang mendalam selain hanya pulang bertemu dengan keluarga lalu bersilaturahmi dan meminta maaf. Mudik biasa dilakukan setiap akhir bulan puasa ramadan untuk menyambut Hari Raya Idul Fitri, hal ini terjadi karena sudah tertanam di pikiran masyarakat Indonesia bahwa ketika merayakan hari raya Idul Fitri harus di tempat kelahiran bersama orang tua dan saudara, karena banyak orang Indonesia yang berpindah dari lingkungan pedesaan menuju perkotaan.

Momen mudik biasanya dimanfaatkan oleh para perantau yang berada jauh di kota besar untuk kembali ke rumah. Setiap tahun, ribuan hingga jutaan orang terlibat dalam tradisi mudik ini. Ada berbagai macam moda transportasi yang umum digunakan, mulai dari bus, kereta api, kapal laut, pesawat, mobil pribadi, hingga sepeda motor.

Artinya, dengan mudik, seharusnya kita mengembalikan jati diri sebagai manusia, kembalilah menjadi manusia sejati, manusia yang sadar betul bahwa dirinya adalah “manusia”. Mengembalikan kondisi kita seperti saat dilahirkan, yaitu bersih dan fitrah. Tentu makna ini, berkaitan dengan ibadah puasa yang sebulan ini kita jalankan.
Tradisi ini begitu mengakar di masyarakat Indonesia, tak heran jika berlebaran tanpa mudik dirasa hampa oleh sebagian besar orang.

Terlepas dari semua itu, terdapat kisah menarik mengenai tradisi mudik dan hal yang terkandung dalam momentum ini.
Bagi sahabat muslim, setelah menjalani ibadah puasa sebulan ini maka lakukan “mudik pikiran”, bisa disebut “mudik spiritual”, kembalilah “ke kampung halaman” kita masing-masing sebagai manusia, sebagai insan ciptaan Tuhan yang sudah diciptakan dengan segala kebaikan Tuhan, setelah kembali dari Mudik Lebaran tentu semua akan menjadi manusia sejati yang siap melaksanakan amanah yang telah diemban sebagai Hamba Allah SWT, baik di dunia maupun untuk Akhirat.

Selamat merayakan Hari Raya Idul Fitri, mohon maaf lahir bathin, jadikan mudik kita kali ini sebagai media “penyadaran diri” untuk kembali ke fitrah sebagai manusia sejati, yang siap berjuang untuk membangun Bangsa dan Negara mempersiapkan Generasi Emas menuju Indonesia Jaya.

* Penulis adalah Pengurus DPP FK PKBM Indonesia

Share.
Leave A Reply