Jakarta, Gerbangkaltim.com – Pertamina mencatat, realisasi penyaluran Pertalite periode Januari-Agustus 2022 sudah mencapai 19,5 juta kiloliter (KL) dari total kuota 23,05 juta KL. Sedangkan untul kuota Pertalite sampai tutup tahun 2022 tinggal tersisa kurang lebih 3,5 juta KL.

Sementara itu, realisasi penyaluran Solar subsidi oleh Pertamina pada Januari-Agustus 2022 sudah mencapai 11,4 juta KL, sedang kuota penyaluran solar subsidi yang diberikan kepada Pertamina berjumlah 14,9 juta kl pada tahun ini.

Ini artinya, sisa kuota penyaluran Solar subsidi oleh Pertamina sampai tutup tahun tinggal sekitar 3,5 juta kl. Bahkan, kuota penyaluran BBM subsidi Pertalite dan Solar diprediksi akan habis sebelum akhir tahun ini.

Dalam APBN 2022, kuota Pertalite ditetapkan 23,05 juta kiloliter, sedangkan Solar sebanyak 14,9 juta kiloliter.

Direktur Pemasaran Regional PT Pertamina Patra Niaga, Mars Ega Legowo Putra mengatakan, potensi overkuota atau kelebihan dalam penyaluran BBM Pertalite diperkirakan mencapai 29 juta kiloliter. Untuk itu dibutuhkan tambahan 6 juta kiloliter untuk memenuhi konsumsi Pertalite hingga akhir tahun, Pertamina sedniri dengan pemerintah hingga saat ini masih membahas keputusan penambahan tersebut.

“Ini yang saat ini masih kita diskusikan terus terang, sampai tadi pagi sebelum ke sini Bu Dirut (Nicke Widyawati) juga dipanggil Pak Menteri (ESDM), karena tadi pagi saya juga rapat dengan Pak Dirjen membahas yang sama,” ujar Ega saat diskusi publik KNPI di Jakarta, Rabu (14/9/2022) kemarin.

Ega menambahkan, sampai saat ini belum ada keputusan apakah kelebihan kuota tersebut akan ditanggung pemerintah atau oleh Pertamina. Namun ditegaskannya, Pertamina bisa saja collaps jika harus menanggung seluruhnya.

Kondisi tersebut, kata Ega, disebabkan oleh lonjakan konsumsi BBM subsidi yang tidak bisa ditahan walaupun pemerintah menaikkan harganya di 3 September 2022 lalu.

Ega menyebut, keputusan setidaknya harus diumumkan di bulan ini. “Harga sudah naik iya, mengurangi tekanan iya, tapi demand tidak bisa ditahan. Makanya tadi pagi mendadak dilaporkan pagi hari ini, karena harus diputuskan pada bulan September, tidak boleh lewat Oktober,” paparnya.

Terdapat potensi anggaran kompensasi pemerintah kepada Pertamina melonjak Rp 163 triliun, jauh lebih besar dari anggaran subsidi. Sehingga, jika pemerintah tidak mampu membayar kepada Pertamina di tahun ini, maka akan dicatat sebagai piutang yang akan di-carry over di tahun-tahun berikutnya sesuai kemampuan keuangan negara.

“Begitu ada piutang besar pasti kami akan menanggung yang istilahnya time value of money, besaran cost atas itu per tahun bisa Rp 7 triliun, jadi tidak ngapa-ngapain kita sudah kena cost duluan, gara-gara ada piutang yang uncertainty,” paparnya.

Ega memastikan jika Pertamina siap untuk mencari solusi bersama atas kondisi ini, mengingat Pertamina merupakan BUMN yang 100 persen sahamnya dimiliki negara.

Share.
Leave A Reply