KOTABARU, Gerbangkaltim.com,– Lanjutan sidang kasus dakwaan pelanggaran Undang-Undang Informasi Transaksi Elektronik (ITE) yang mendudukkan eks Pemimpin Redaksi BanjarhitsDiananta Putra Sumedi alias Nanta (36) sebagai terdakwa sampai pada agenda pembacaan pembelaan atau pledoi.

Pengacara Rahmat S Basrinda dalam sidang di Pengadilan Negeri Kotabaru, Senin (27/7) meminta kepada  majeis hakim agar Diantanta dibebaskan dari segala dakwaan (vrijspraak).

“Kami memohon kepada Majelis Hakim Yang Mulia agar perkara ini tidak dapat diterima dan Saudara Diananta dibebaskan dari segala dakwaan. Kami minta dikembalikan nama baik, harkat, dan martabatnya. Dan membebankan biaya perkara ini kepada negara,” katanya. 

Secara gambang Rahmat membeberkan alasan pembebasan dari segala dakwaan ini bagi Diananta, yakni Jaksa Penuntut Umum (JPU) tidak dapat membuktikan tuduhannya bahwa Nanta tidak berhak menyebarkan berita.

“Salah satu unsur yang tidak terpenuhi adalah unsur tanpa hak (menyebarkan berita) sebagaimana dakwaan jaksa. Dalam persidangan, terbukti bahwa terdakwa merupakan jurnalis dan karya yang dijadikan pokok perkara adalah karya jurnalistik, sehingga terdakwa menyebarkan berita secara hak,” tandasnya.

Rahmat sendiri hadir didampingi sejumlah kuasa hukum Dianantalain, seperti Bujino A Salan, M Subhan, Hafizh Halim, Rahmat S Basrindu, Rahmadi, dan Agus Supiani.

Pekan lalu, Nanta dituntut 6 bulan penjara oleh JPU Kejaksaan Negeri KotabaruRizky sebab menulis berita yang dianggap berbau Suku Agama Ras dan Antargolongan (SARA) sehingga memenuhi dalil-dalil dari Pasal 28 UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). 

Selanjutnya, JPU tidak bisa membuktikan adanya kebencian yang timbul dari pemberitaan ini seperti yang disyaratkan UU ITE agar dapat dihukum dengan Pasal 28 UU tersebut.

“Unsur kedua yang tidak terpenuhi adalah menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan atau kelompok masyarakat. JPU tidak bisa membuktikan terdakwa menimbulkan hal itu dalam pemberitaan,” tambah Wanto.

Maka dari itu, lanjut Bujino A Salan, pembela Nanta lainnya, Diananta harus bebas dari segala dakwaan. Pengadilan atas Diananta adalah pengadilan terhadap berita yang ditulis jurnalis tersebut pada November 2019 lampau. 

Dalam berita berjudul ‘Tanah Dirampas Jhonlin, Dayak Mengadu ke Polda Kalsel” ada bagian yang dibantah Sukirman dari Majelis Umat Kepercayaan Kaharingan Indonesia (MUKKI), yang menjadi narasumber Diananta untuk berita tersebut, sebagai hal yang dikatakannya.

Karena itu Sukirman melaporkan ke Polda Kalsel dan polisi kemudian memproses kasusnya hingga akhirnya Diananta ditahan pada akhir Februari 2020.

Hal yang menimpa Dianta ini serentak memicu solidaritas di dunia jurnalis di seluruh Indonesia dan membawa perhatian dunia.

Apalagi sebelum Dianta dinyatakan sebagai tersangka dan ditahan, Dewan Pers sudah menyatakan kasus ini selesai pemberian hak jawab dari kumparan.com/banjarhits.id kepada Sukirman dan juga PT Jhonlin Agro Raya, yang di dalam pemberitaan dimaksud disebut sebagai perampas lahan milik masyarakat adat di Desa Cantung Kiri, Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan.

PERJALANAN KASUS PIMRED BANJARHITS.ID

Diananta atau Nanta ditetapkan sebagai tersangka dan kemudian jadi terdakwa di PN Kotabaru sebab beritanya yang berjudul ‘Tanah Dirampas Jhonlin, Dayak Mengadu ke Polda Kalsel’.

Konten ini diunggah melalui laman banjarhits.id, pada 9 November 2019 lalu. Pengadu atas namaSukirman dari Majelis Umat Kepercayaan Kaharingan Indonesia.

Sukirman menilai berita itu menimbulkan kebencian karena dianggapnya bermuatan sentimen kesukuan.

Pada saat yang sama masalah ini juga telah dibawa ke Dewan Pers. Diananta dan Sukirman datang ke Sekrerariat Dewan Pers di Jakarta, pada Kamis, 9 Januari 2020 lalu guna menjalani proses klarifikasi.

Dewan Pers kemudian mengeluarkan lembar PPR yang mewajibkan banjarhits selaku teradu melayani hak jawab dari pengadu.

PPR diterbitkan Dewan Pers pada 5 Februari 2020. Merujuk kepada UU Nomor 40/1999 tentang penanganan sengketa pers, maka PPR tersebut sudah menyelesaikan semua masalah.

Hak jawab pengadu sebagai kesempatan untuk menjelaskan duduk persoalan versi pengadu sudah diberikan. Media, yaitu Banjarhits sudah pula meminta maaf dan menghapus berita yang dipersoalkan.

Namun demikian penyidikan polisi terus berlanjut dengan surat panggilan kedua dari Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Kalsel, pada tanggal 25 Februari 2020, hingga penahanan Nanta pada 4 Mei 2020.

Polisi menjeratnya dengan Pasal 28 UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang berisikan ancaman hukuman 6 tahun penjara. 

Pada 24 Mei penahanan Nanta dipindahkan ke Kotabaru dan dititipkan di Polres Kotabaru hingga persidangan mulai masuk jadwal persidangan sejak 8 Juni 2020. (*)

Tim Media dan Publikasi, Koalisi Masyarakat Adat dan Kebebasan Pers

Narahubung:

Novi Abdi +62 812-5496-1025 FarizFadhillah +62 821 5589 3858

Share.
Leave A Reply