Oleh: Kasrani Latief*

Indonesia adalah negara yang beragam dan kaya budaya, rumah bagi banyak tradisi dan adat istiadat yang dirayakan dengan semangat dan kegembiraan. Salah satu tradisi yang dijunjung tinggi adalah Tunjangan Hari Raya, yang merupakan bagian tak terpisahkan dari perayaan Idul Fitri, sebagai puncak dari bulan Ramadhan. Idul Fitri juga dikenal sebagai Lebaran di Indonesia dan merupakan waktu bagi umat Islam untuk berkumpul bersama keluarga, teman, dan komunitas untuk merayakan dan mengungkapkan rasa syukur.

Tunjangan Hari Raya memiliki tempat khusus di hati masyarakat Indonesia, telah menjadi bagian dari budaya masyarakat Indonesia yang melambangkan kemurahan hati, semangat kebersamaan, dan kegembiraan dalam memberi, mengutamakan nilai-nilai gotong royong, solidaritas, dan kepedulian sosial. Pada saat Lebaran tiba, masyarakat Indonesia, terutama yang mampu, biasanya memberikan THR kepada keluarga, kerabat, teman, dan mereka yang membutuhkan sebagai bentuk kebahagiaan dan kebersamaan dalam merayakan Idul Fitri.

Namun, Bagaimana sejarah di balik tradisi ini? Tunjangan Hari Raya (THR)  mungkin telah menjadi tradisi di Indonesia. Di negara lain, mungkin tidak berlaku pemberian   Tunjangan Hari Raya bagi karyawan menjelang lebaran, sebenarnya sejak kapan tradisi THR mulai berlaku?

Sejarah THR di Indonesia bisa ditelusuri kembali ke masa penjajahan Belanda. Pada saat itu, pekerja pribumi atau buruh sering kali diberikan upah yang sangat rendah dan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan mereka. Ketika Lebaran tiba, para pekerja sering kali mengalami kesulitan finansial untuk merayakan Idul Fitri bersama keluarga mereka. Melihat situasi ini, beberapa perusahaan Belanda mulai memberikan uang atau barang kepada para pekerja mereka sebagai bentuk THR, sehingga mereka dapat merayakan Lebaran dengan layak.

Menurut berbagai sumber, setelah Indonesia merdeka pemberian uang tunjangan menjelang Lebaran di Indonesia dimulai pertama kali pada era kabinet Soekiman Wirjosandjojo Tahun 1951 dari Partai Masyumi. Salah satu program kerja kabinet Soekiman yakni meningkatkan kesejahteraan pamong pradja. Pada masa itu, pemberian tunjangan pada pegawai yakni sebesar Rp 125 -Rp 200. Tak hanya itu, tunjangan juga diberikan dalam bentuk tunjangan beras tiap bulannya.

Lantaran  Tunjangan Hari Raya (THR)  hanya diberikan pada para pegawai negeri, kaum buruh pun protes. Pada tanggal 13 Februari 1952, kaum buruh menggelar mogok sambil menuntut pemerintah untuk memberikan tunjangan juga bagi mereka. Namun, saat itu pemerintah tak langsung meloloskan begitu saja permintaan kaum buruh.

Lantas, mengapa  THR  menjadi kebijakan kabinet Soekiman pada masa itu? Ternyata hal ini dikarenakan sebagian besar pegawai negeri pada masa itu terdiri dari para priayi, menak, kaum ningrat, dan lainnya.

Dengan harapan mengambil hati pegawai itulah THR diberikan. Nah, sejak itulah  TKR jadi anggaran rutin pemerintah hingga sekarang.

Tradisi THR terus berkembang dan menjadi lebih luas. Banyak perusahaan swasta dan pemerintah mulai mengadopsi tradisi ini dengan memberikan THR kepada karyawan mereka sebagai bentuk penghargaan atas kerja keras mereka sepanjang tahun. Tradisi ini juga diadopsi oleh sektor informal, seperti pedagang, tukang ojek, dan pekerja rumah tangga, yang juga menerima THR dari majikan mereka.

Setelah mengetahui sejarah dan makna di balik tradisi pemberian THR, tentu saja kita menjadi semakin menghargai dan merayakan momen Idul fitri dengan penuh syukur dan kebahagiaan. Sejarah THR mengajarkan kita bahwa tradisi ini bukanlah sekadar “pemberian uang”, tapi juga melambangkan nilai sosial dan solidaritas antar individu serta kesatuan bangsa.

Dalam menghadapi masa-masa bangkit dari pandemi covid 19 sekarang ini, semangat saling membantu dan berbagi tentunya semakin penting kita laksanakan, bukan hanya di bulan Ramadhan sekarang ini, namun terpenting semangat THR ini harus terus menerus dilaksanakan setiap bulan-bulan berikutnya guna mendukung terwujudnya Indonesia sejahtera, adil dan makmur dan khususnya dalam mewujudkan Paser MAS (Maju, Adil dan sejahjtera).

Mari kita terus menjaga tradisi THR ini dan melaksanakannya dengan penuh kesadaran dan kepedulian terhadap sesama. Olo Manin Aso Buen Siolondo. Selamat Hari Raya Idul fitri 1444 H.

*Kabag Fasilitasi Pengawasan dan Penganggaran DPRD Paser

Share.
Leave A Reply